Mengenal Kolecer di Desa Malasari Bogor, Mainan Tradisional yang Mampu Hasilkan Suara 'Nyegruk'

Kolecer atau kincir angin merupakan mainan tradisional masyarakat di wilayah pedesaan secara turun temurun sejak dulu kala.

Berbeda dengan kincir angin dari negara Belanda, bahan baku Kolecer sangatlah sederhana, hanya terbuat dari bambu dan kayu.

Untuk menggerakkan baling-balingnya, Kolecer hanya memanfaatkan hembusan angin, ketika tidak ada angin maka baling-baling tersebut tak akan berputar.

Kolecer biasanya dibuat dengan tinggi kurang lebih tiga meter, dan biasanya daerah yang cocok untuk bermain Kolecer adalah di dataran tinggi, karena hembusan anginya yang lebih kencang.

Biasanya, Kolecer dibuat oleh masyarakat hanya untuk hiburan dikala menjalankan rutinitasnya di perkebunan.

Salah satu warga Kampung Malani, Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Slamet (35) mengatakan, kolecer dikatakan berhasil tak hanya ketika baling-baling berputar saja.

Tetapi, ketika terdengar suara gemuruh yang disebut oleh masyarakat sekitar dengan sebutan 'nyegruk', barulah Kolecer tersebut terbilang berhasil.

Ketika Kolecer berdiri tegak, maka tidak akan menghasilkan suara, akan tetapi ketika kolecer sudah mengalami kemiringan kurang lebih 70 derajat dan akan kembali ke posisi semula berdiri tegak, di situlah suara yang ditunggu-tunggu akan terdengar.

"Cuma iseng-iseng aja ini mah, yang dicari nyegruknya. Nyegruk itu ketika Kolecernya diterpa angin kencang kan miring ke belakanga tuh, pas kembali ke posisi awal dia bakal bunyi jegruk," ujarnya saat dijumpai TribunnewsBogor.com beberapa waktu lalu.

Untuk membuat satu buah Kolecer, Slamet mengaku membutuhkan waktu hingga empat hari lamanya hingga Kolecer tersebut dapat berdiri tegak.

"Kurang lebih tiga sampe empat hari, ini ditancepinnya asal aja, nantikan si Kolecernya muter sendiri ikut arah mata angin," terangnya.

Pun begitu, tak ayal juga Slamet mengalami kegagalan dalam membuat Kolecer.

Slamet mengatakan, yang membuat Kolecer tersebut gagal adalah baling-baling yang dibuat terlalu tipis, sehingga pada saat posisi kolecer berdiri dengan kemiringan 70 derajat karena terhempas angin, putaran baling-baling tidak mampu untuk merubah posisi kembali semula berdiri tegak.

"Sering juga gagal, itu terlalu tipis, kalau bahasa sundanya mah leleus si kincirnya," tandasnya.

Sumber : TribunnewsBogor.com

0 Komentar