Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Badan Independent Anti Suap Indonesia (DPP BIAS Indonesia), Eky Amartin, menyoroti keras praktik tidak profesional di BPJS Ketenagakerjaan Kota Bogor. Kasus ini mencuat setelah laporan mengenai lambannya pencairan jaminan pensiun almarhum Wahyu Nulhakim, yang diajukan oleh sang istri, Erna Komalasari, belum juga mendapat kepastian.
Berkas klaim sebenarnya sudah diserahkan berbulan-bulan lalu, tapi sampai kini hasilnya nihil. Awalnya, pegawai bernama Rizky sempat menjanjikan bahwa pencairan dana akan rampung dalam tujuh hari kerja. Namun janji itu tinggal janji—hingga kini tak ada kabar lanjutan. BPJS berdalih adanya kesalahan input data, di mana almarhum yang seharusnya tercatat laki-laki malah diinput sebagai perempuan.
“Ini kesalahan administrasi yang serius. Seharusnya sistem internal BPJS mampu mencegah hal seperti ini, tetapi kenyataannya masyarakat tetap dirugikan,” ujar Eky Amartin.
Salah Input, Salah Sistem: Pelayanan Publik Dipertanyakan
Hal yang bikin publik geleng-geleng kepala, Eky mengaku nomornya diblokir oleh pegawai BPJS saat mencoba mengonfirmasi kasus ini secara langsung. Bayangkan saja—komunikasi resmi dari lembaga pengawas justru ditutup tanpa alasan jelas. Dalam bahasa Sunda, ini bisa dibilang “teu pantes pisan”, alias sangat tidak pantas.
“Bagaimana mungkin komunikasi resmi dari lembaga pengawas ditutup begitu saja? Ini menunjukkan kurangnya transparansi dan tanggung jawab,” tegas Eky.
Ia menilai tindakan itu mencerminkan minimnya etika pelayanan publik dan lemahnya sistem pengawasan di tubuh BPJS. “Pelayanan publik tidak boleh bersifat tertutup atau mengabaikan hak peserta. Setiap warga berhak mendapatkan kepastian,” tambahnya.
DPP BIAS Siap Kawal Sampai Tuntas
Tak mau tinggal diam, DPP BIAS Indonesia memastikan akan mengawal kasus ini hingga tuntas. Lembaga itu berencana menempuh jalur resmi melalui Ombudsman RI dan Kementerian Ketenagakerjaan guna menuntut evaluasi menyeluruh terhadap kinerja BPJS Ketenagakerjaan Kota Bogor.
“BPJS dibentuk untuk melindungi pekerja dan keluarganya, bukan memperumit hak mereka. Jika birokrasi mulai menghindar dari pengawasan, kepercayaan publik bisa runtuh,” pungkas Eky Amartin.
Langkah ini dianggap sebagai bentuk tanggung jawab moral lembaga antisuap terhadap masyarakat. Menurut Eky, kesalahan administratif sepele bisa berdampak besar bila dibiarkan, apalagi menyangkut hak keluarga yang ditinggalkan. Dalam konteks sosial, ini bukan sekadar soal uang, tapi soal keadilan dan kepercayaan publik.
Hingga kini, pihak BPJS Ketenagakerjaan Kota Bogor, yang beralamat di Jl. Pemuda No. 28 RT.04/RW.02, Tanah Sereal, Kecamatan Tanah Sereal, Kota Bogor, masih bungkam tanpa tanggapan resmi. Publik menunggu itikad baik lembaga tersebut untuk memberikan klarifikasi terbuka.
Sebagian warga pun berharap kasus ini menjadi “pangeling-eling” — pengingat agar lembaga publik tidak lagi abai terhadap nasib masyarakat. Sebab pada akhirnya, kejujuran birokrasi adalah bentuk tertinggi pelayanan publik. 🕊️
0Komentar