Stunting Anak, Berawal Kurang Gizi Kronis Hingga Pentingnya ASI dan Imunisasi pada Anak

Ilustrasi Stunting atau Tubuh Pendek

Bagi sebagian orang tua, stunting menjadi suatu permasalahan di antara kesibukan mengurus tumbuh kembang anak. Bahkan, masih ada saja orang tidak yang tidak tahu dan tidak mau tahu terkait stunting pada anak.

Kabid Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor dr Erna Nurena menuturkan bahwa stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak di bawah dua tahun yang disebabkan kurang gizi kronis.

“Proses terjadinya sejak ibu mulai mengandung hingga anak usia 2 tahun. Sebanyak 80 persen pembentukan otak terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan anak,” ungkapnya kepada Pojokbogor.com, Selasa (10/4/2018).

Stunting, lanjutnya, tidak hanya dialami oleh keluarga yang kurang mampu di desa, bahkan juga dialami oleh keluarga yang berkecukupan di kota. Sebab, stunting adalah masalah perilaku yang disebabkan oleh pola asuh dan pola makan yang tidak baik, serta sanitasi yang tidak bersih dan tidak sehat.

“Nah, bahayanya stunting adalah anak akan memiliki kecerdasan yang kurang dan menjadi lebih mudah sakit. Selain itu, anak akan sulit belajar di sekolah dan susah mendapatkan pekerjaan,” terangnya.

Menurut Erna, ada beberapa langkah untuk mencegah terjadinya stunting. Awalnya, pada pola asuh anak. Langkah awalnya, pada bayi baru lahir harus mendapatkan inisiasi menyusu dini (IMD). Kemudian bayi harus mendapatkan ASI saja, dan ASI lanjutan hingga minimal dua tahun.

“Pada usia enam bulan ke atas, bayi harus mendapatkan makanan pendamping ASI. Bahkan, saat sudah memasuki usia balita, maka harus dibawa ke Posyandu setiap bulan untuk pemantauan tumbuh kembang,” jelasnya.

Lalu, tambahnya, saat anak memasuki usia dini, anak harus dibawa ke pos PAUD. Dan langkah selanjutnya anak harus mendapatkan imunisasi lengkap, vitamin A, dan obat cacing dua kali setahun.

“Saat remaja anak harus mendapatkan edukasi kesehatan reproduksi dan gizi. Kemudian, ibu hamil harus memeriksa kehamilan ke bidan atau dokter minimal 4 kali, dan bersalin di fasilitas kesehatan,” bebernya.

Langkah kedua, masih kata Erna, sanitasi berupa pembiasaan cuci tangan pakai sabun dan air mengalir. Serta, yang tak kalah penting, buang air besar (BAB) di jamban yang bersih dan sehat.

“Terakhir adalah pola makan. Jadi, per setengah piring harus berisi sumber karbohidrat, sumber protein berupa hewani dan nabati. Setengah piring lagi berisi sayur, dan buah-buahan segar sesuai musimnya,” tandasnya.






Sumber : Pojokjabar

0 Komentar