Terungkap Praktek Dugaan Korupsi Pengadaan Soal Ulangan Di Bogor


Sumber Foto : Radar Bogor

Menjelang musim ujian sekolah yang berlaku di Kota Bogor, beberapa hari lalu diduga dan tercium adanya dugaan korupsi soal ulangan. Kasus ini diduga berasal dari penggunaan Bantuan Operasional Sekolah atau BOS untuk pengadaan soal ulangan siswa.

Diperkirakan jumlah dana terduga hasil korupsi soal ulangan mencapai miliaran rupiah. Para pelaku tercatat dari kalangan oknum guru, jajaran Kelompok Kerja Kepala Sekolah sampai pada Dinas Pendidikan, dijelaskan ada berbagi peranan setiap orang dalam memainkan dana anggaran tersebut.

Diketahui jika para pelaku begitu kompak dalam mendalami segala peran untuk memainkan sejumlah anggaran bantuan operasional sekolah (BOS). Kasus tersebut dilakukan tepatnya pada saat masa ulangan tengah semester (UTS) dan ulangan akhir semester (UAS) bagi para siswa SD dilaksanakan.

Dimana pada saat ujian tersebut dilaksanakan setiap siswa SD di Kota Bogor “dipungut” biaya sebesar Rp27.500 persiswa. Uang tersebut digunakan untuk membiayai pengadaan seperti kertas, soal ujian dan sebagainya. “Untuk biaya pengadaan soal ujian dana diambil langsung dari dana BOS setiap sekolah. Hal inilah yang jarang diketahui oleh orang tua ,” hal ini disampaikan kepada media di Bogor.

Secara nominal, biaya sebesar Rp27.500/siswa memang tidak terlalu besar. Tidak terlihat karena dana tersebut diambil langsung dari dana BOS setiap siswa. Namun apabila dikalikan dengan total jumlah siswa tingkat SD yang ada di seluruh Kota Bogor maka jumlah uang pengadaan soal tersebut bisa mencapai Rp3,3 miliar setiap ulangannya. Angka tersebut dengan asumsi Rp27.500 persiswa untuk biaya pengadaan soal dikali dengan total jumlah siswa Kota Bogor keseluruhan, kurang lebih jumlah siswa mencapai 120.335 siswa, data dari BPS tahun 2017.

Jumlah itu bisa semakin bertambah apabila setiap tahun angka peningkatan jumlah murid bertambah. Belum lagi apabila jumlah tersebut dikalikan dalam setahun ulangan diadakan sebanyak empat kali dalam setahun. Seperti, UTS atau penilaian tengah semester (dua kali dalam setahun), UAS atau penilaian akhir semester (PAS) dan penilaian kenaikan kelas. Alhasil bisa dibayangkan berapa pemasukan dana korupsi yang dilakukan dalam setahun.

Yang menjadi masalah saat ini adalah yang seharusnya pelaksanaan pengadaan soal ujian itu dilakukan langsung oleh pihak sekolah. Bukan dengan cara mencetak soal ulangan layaknya soal UN dan dibebankan biayanya kepada siswa, namun hanya dengan penggandaan berupa fotocopy.

Yang terjadi di Kota Bogor mekanisme tersebut tidak mampu berjalan sesuai dengan metode teknis karena hal itu dikoordinir melalui kelompok kerja yaitu kepala sekolah (K3S). Sehingga biaya penggandaan soal ujian yang tadinya hanya Rp1.000 sampai Rp. 10.000 setiap siswa, menjadi meningkat sebesar Rp27.500 persiswa.

“Dana tersebut ternyata digunakan untuk membayar pihak ketiga. Yaitu pihak guru - guru pilihan pengawas dari Dinas Pendidikan Kota Bogor yang dikoordinir oleh K3S. Mereka bertugas untuk membuat soal ulangan dan ujian. Serta untuk biaya percetakan pula,” hal ini dijelaskan oleh sang sumber yang juga mantan kepala SD Negeri di Kota Bogor.

Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau (KTSP) dan Kurikulum Tiga Belas (Kurtilas) seharusnya penilaian ulangan itu dilaksanakan langsung oleh pihak guru yang bersangkutan bukan oleh pengawas lain.

Hal tersebut kemudian dikuatkan oleh petunjuk teknis (juknis) dana BOS yang menyebutkan soal ulangan dan ujian siswa yang dicetak dengan melalui mekanisme fotokopi.

“Namun, kenyataannya yang terjadi saat ini tidaklah demikian. Soal yang dibuat oleh guru - guru pilihan pengawas pembina yang kemudian dicetak oleh pihak ketiga,” ungkapnya.

Jelas cara ini sudah tidak benar. Karena soal dibuat oleh pengawas pembina yang memilih dari beberapa guru. Kemudian soal yang telah jadi “dijual” ke K3S, lalu oleh K3S dicetak melalui pihak ketiga. Untuk keuntungan dari angka Rp27.500 persiswa itu lalu dibagi - bagi kepada pihak yang terlibat dalam pengadaan soal ujian. Berdasarkan catatannya, dalam setiap kali pengadaan soal ulangan, pihak percetakan yang mendapat proyek tersebut, bisa menyisihkan fee Rp500 setiap soal.

“Apabila fee Rp500 tersebut dikali jumlah 120.335 siswa berarti sekali ulangan fee yang didapat berkisar Rp60,1 juta. Jika diakumulasi setahun maka fee tersebut disediakan oleh pihak percetakan mencapai Rp240,6 juta. Uang inilah yang digunakan untuk kepentingan seperti jalan - jalan oleh pengawas ujian. Contohnya kalau tidak salah tanggal 17 sampai 20 Maret ini pengawas akan diajak pergi ke Thailand, danahanya dari hasil itu,” ungkapnya lagi.

Seharusnya pengadaan soal diserahkan kepada masing - masing pihak sekolah. Karena dalam aturan penilaian hak sekolah dalam hal ini guru yang mengkordinir di sekolah, kecuali ujian. Karena itu merupakan hak lembaga sekolah.

Sedangkan fungsi pengawas seharusnya membina sekolah binaannya untuk membuat soal yang sesuai standar. Justru malah mengkoordinir soal dengan cara memanggil para guru pilihan untuk membuat soal dengan menggunakan dana BOS.

“Sebetulnya tidak boleh ada jual beli antara pihak pengawas dan sekolah, yang benar soal yang sudah jadi itu diserahkan ke pihak sekolah kemudian digandakan atau difotokopi tanpa ada biaya yang cuku besar dan dibebankan kepada murid lagi,” jelasnya.

0 Komentar