Cisarua Menjadi Incaran Para Pencari Suaka

Sumber Foto: Tribunews

Belakangan kasus imigran gelap menjadi salah satu sorotan media, kasus ini memang bukan kasus baru. Sudah lama sekali banyak para imigran yang mencari suaka tidak hanya menetap di Jakarta, melainkan di beberapa kota besar lainnya. Salah satunya yaitu di Bogor, hal ini menjadi kasus yang sudah menahun bahkan entah kapan bisa terselesaikan. 

Kawasan Puncak khususnya memang menjadi banyak incaran banyak orang, tidak hanya karena keindahan wisatanya saja namun ternyata juga sebagai destinasi bagi para pencari suaka. Khususnya di kecamatan Cisarua yang saat ini menjadi wilayah favorit sejumlah pencari suaka atau pengungsi asal Timur Tengah sebagai tempat singgah baik sementara maupun tujuan akhir.

Berdasarkan dari data Kantor Imigrasi Kelas I Bogor dan International Networking for Humanitarian (INH) jumlah pencari suaka dari berbagai negara di Kabupaten Bogor sudah mencapai 1.700 orang.

“Kita hanya memberikan sosialisasi ke mereka, yang bisa kita lakukan saat ini hanya mengingatkan mereka agar tidak melakukan hal - hal yang mereka lakukan seperti membuka usaha,” ungkap Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Non TPI Bogor Suhendra, pada Kamis (25/7).

Suhendra juga melanjutkan, pihaknya akan kerap mengingatkan para imigran pencari suaka tersebut agar tidak mengganggu ketertiban dan ketentraman warga setempat.

“Mereka ini kan pengungsi dan pencari suaka, mereka sedang menunggu proses penempatan ke negara ketiga. Jadi harap dipahami agar saling menjaga ketertiban dan ketentraman,” jelasnya.

Karena ada beberapa kali ditemukan pencari suaka tersebut tidak hanya ingin menumpang tinggal juga ada bebebarapa yang berusaha untuk mulai membuka usahanya. Sementara itu, Pemkab Bogor melalui Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) mulai tahun ini akan intensif melakukan pemantauan kepada para pencari suaka yang sebagian besar bermukim di kawasan Puncak.

Kepala Seksi Pengawasan Dini dan Ketahanan Bangsa Kesbangpol Kabupaten Bogor, Suharto mengakui, tidak bisa berbuat banyak terhadap pencari suaka itu. Hal ini karena tenaga pemantau cukup minim ditambah lagi para pencari suaka tidak hanya sedikit orang. Selain itu lokasi pencari suaka yang terkadang berpindah dan bahasa yang sulit untuk dikomunikasikan.

“Kita tidak memiliki kewenangan apa - apa. Bahkan untuk anggaran monitoring orang asing saja, baru dianggarkan pada tahun ini. Itupun saja, kami hanya bisa melakukan monitoring,” ungkapnya.

Dia juga menambahkan, meski tidak memiliki kewenangan, pihaknya tetap berharap kepada pemerintah pusat, agar memberikan perhatian khusus terhadap membanjirnya imigran di Kabupaten Bogor yang kelak dapat menimbulkan dampak sosial bagi masyarakat sekitarnya.

“Apalagi sampai Agustus 2018 pihak IOM sudah tidak lagi membiayai mereka. Nah, kami khawatirkan jika pembiayaan kebutuhan para imigran ini tidak dipenuhi lagi, bisa menimbulkan persoalan sosial. Sebab mereka sehari - hari tinggal di Kabupaten Bogor,” jelasnya.

Permasalahan imigran memang butuh perhatian lebih, karena tidak hanya cukup di pemerintah daerah saja. Butuh beberapa lembaga lain yang mengantisipasi agar jumlah imigran tidak bertambah dan bisa benar - benar menata mereka.

Jika tidak yang bisa saja kehidupan sosial terganggu, belum lagi dampak lain seperti imigran ilegal. Kasus mengenai imigran ini sudah banyak dialami di Indonesia, paling terkenal yaitu di daerah Puncak, Cisarua. Tentu seringnya ditemukan para imigran bermukim atau berkeliaran di sepanjang tempat wisata dan juga tempat umum lainnya.

Mungkin bagi sebagian orang awam yang tidak mengetahui kehadiran imigran tersebut, hanya menyangka mereka adalah wisatawan. Padahal mereka salah satu imigran yang masih belum diketahui apakah proses suakanya disetujui atau tidak.


0 Komentar