Kawin Kontrak di Puncak Kian Marak, Pemkab Bogor Minta Pengiriman Imigran Dihentikan


Fenomena kawin kontrak masih kerap terjadi di kawasan Puncak, Cisarua, Bogor. Rupanya, para perempuan yang melakukan kawin kontrak bukanlah warga setempat. 

Sebagaimana diberitakan IsuBogor.com sebelumnya dalam artikel "Bupati Ade Yasin Pastikan Aktivitas Kawin Kontrak di Kampung Arab Puncak Bukan Perempuan Asal Bogor", hal tersebut disampaikan oleh Bupati Bogor, Ade Yasin.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor pun sudah meminta pemerintah pusat agar menghentikan pengiriman imigran ke Puncak. Fenomena kawin kontrak ini masih sering kali ditemukan di Kampung Arab yang memiliki nama asli kampung Sampay atau Warung Kaleng.

Warung Kaleng sendiri berada di wilayah Desa Tugu Selatan dan Tugu Utara, yang diketahui mulai ditempati sejak tahun 1980 silam. Kemudian maraklah aktivitas kawin kontrak atau nikah mut'ah antara pria dari negara-negara Timur Tengah dengan wanita setempat.

Kini, tak hanya para wanita muda setempat dengan kebutuhan ekonomi saja yang kerap melakukan kawin kontrak. Dikabarkan, sering ditemui pula wanita tuna susila yang melakukan kawin kotrak di kawasan Puncak.

Ade Yasin menegaskan bahwa wanita-wanita tersebut bukan warga setempat, melainkan dari daerah lain seperti Cianjur, Sukabumi hingga Jakarta. "Kami kerap melakukan razia bersama Timpora (pemda, aparat dan Imigrasi). Yang ditemukan saat ini, pelaku tuna susila berdomisili di Cianjur, Sukabumi, bahkan Jakarta dan luar Jawa Barat," ujar Ade.

Ade menyampaikan, para pencari suaka dan pengunjung dari Timur Tengah terus mengalami peningkatan. Pada 2018 lalu, tercatat sebanyak 1.672 pencari suaka. Kemudian, naik menjadi 2.245 di tahun 2020 ini yang sebagian besar diketahui merupakan warga negara Afganistan, Irak serta Pakistan.

"Kami selaku pemerintah di daerah mempertanyakan bagaimana pengendalian terhadap para pencari suaka yang dengan mudah masuk Indonesia dan jumlahnya terus bertambah setiap tahunnya," jelas Ade dalam siaran persnya yang diterima IsuBogor.com.


Ade menyampaikan, pihaknya sudah berdiskusi dengan Internasional Organisasi of Immigration (IMO) untuk memindahkan pemusatan para imigran.

"Pemda telah memberikan opsi kepada Internasional organisasi of immigration (IMO) terkait pemusatan imigran tidak lagi di Puncak melainkan di Parungpanjang, Kabupaten Bogor," terangnya.

Bila mana pemusatan tidak dipindahkan, keberadaan mereka akan menimbulkan pandangan negatif terhadap kawasan Puncak sebagai destinasi pariwisata.

Diketahui, Ombudsman RI menemukan beberapa kemungkinan maladministrasi pada penataan kawasan Kampung Arab di kawasan Puncak, yaitu tindakan pembiaran dan pengabaian kewajiban hukum.

Hal tersebut didasari oleh penyelidikan oleh Ombudsman mengenai jumlah imigran, pekerjaan informal yang dilakukan oleh warga negara asing (WNA), status kepemilikan aset tanah, izin mendirikan bangunan dan tempat usaha yang tidak sesuai, serta status dan administrasi anak hasil perkawinan campuran.

0 Komentar