Kejakasaan Negeri (Kejari) Kota Bogor menahan DSA dan MA dalam kasus korupsi dana bantuan operasional sekolah (BOS) senilai Rp 1,12 miliar.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Bogor, Sekti Anggraeni menuturkan, kronologi awal kasus korupsi dana BOS yang dilakukan Ketua Kelompok Kerja Madrasah Ibtidaiyah (KKMI) Kota Bogor, dengan tersangka kasus korupsi DSA dan bendaharanya, MA.
Kata dia, kasus ini berawal dari temuan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat terkait perkara tindak korupsi penggandaan soal ujian madrasah tahun anggaran 2017 dan 2018 yang dilakukan Ketua KKMI Jabar.
Kemudian, Kejati Jabar memberikan perintah ke Kejari Kota Bogor untuk melakukan pemeriksaan terhadap Ketua KKMI Kota Bogor perihal kasus serupa.
Lalu, dari hasil pemeriksaan, diketahui ada kesepatan yang dibuat KKMI Jabar, bahwa KKMI di kota dan kabupaten ditunjuk untuk menggelola penggandaan soal ujian madrasah di wilayahnya masing-masing, termasuk Kota Bogor.
Dari kesepakatan itu, KKMI Jabar juga mengintruksikan untuk memungut biaya sebesar Rp 6.500 per siswa, terkait biaya soal ujian madrasah melalui dana BOS yang diterima setiap madrasah ibtidaiyah.
Namun, bukannya memungut Rp 6.500 per siswa, KKMI Kota Bogor malah menyepakati biaya yang diambil dari dana BOS per siswa di 60 madrasah ibtidaiyah di Kota Bogor Rp 16.000-Rp 58.000, untuk nantinya akan disetorkan ke KKMI Jabar.
“Jadi setiap madrasah ibtidaiyah di Kota Bogor masing-masing kepala sekolahnya memberikan uang yang berasal dari dana BOS untuk penggandaan soal ujian,” kata Sekti kepada wartawan, Jumat (25/2/2022).
“Besarannya juga bervariatif, tergantung sekolah dan jumlah muridnya. Indikatornya semuanya ditentukan oleh Ketua KKMI Kota Bogor (DSA),” sambungnya.
Namun, dilanjutkan Sekti, pada kenyataannya, setelah 60 kepala sekolah madrasah ibtidaiyah yang ada di Kota Bogor menyetor dana soal ujian madrasah ke KKMI Kota Bogor, diterima melalui bendaharanya. Ternyata, anggaran Rp 6.500 per siswa itu tidak pernah diserahkan ke KKMI Jabar.
Meski begitu, dikatakan Sekti, KKMI Jabar tetap menggadakan soal ujian dan sisanya yang seharusnya jadi uang kas KKMI juga dalam kekuasaan kedua tersangka.
“Jadi yang wajib diserahkan ke KKMI Jabar tidak diserahkan dan sisa lebihnya dari pada penarikan setiap KKMI itu dikuasai oleh kedua tersangka,” ucap dia.
Padahal di dalam juknisnya, dituturkan Sekti, pengelolaan dana BOS Madrasah Ibtidaiyah tidak dibenarkan ada pihak lain yang mengelola selain sekolah itu sendiri.
“Jadi pengelolaan penggandaan soal ujian itu tidak dibenarkan, apalagi ini uangnya pun tidak disetorkan berdasarkan kesepakatan KKMI Jabar,” imbuhnya.
“Kesimpulannya dari proses yang kami lakukan dan secara penghitungan kerugian keuangan negara sementara, kerugian keuangan negara dari 60 madrasah ibtidaiyah yang disetorkan ke kedua tersangka adalah sebesar 1,1 miliar, tetapi hasilnya nanti kita akan melakukan penghitungan keuangan negara secara resmi,” lanjut dia.
Atas perbuatannya, kedua tersangka disangkakan Undang-Undang Tipikor pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 UU no.31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi, sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Di atas lima tahun penjara,” kata Kasi Pidsus Kejari Kota Bogor, Rade Nainggolan kepasa wartawan, Jumat (25/2/2022).
Tak hanya menetapkan kedua tersangka, pihaknya juga langsung melakukan penahanan dengan pertimbangan kedua tersangka khawatir melarikan diri, menghilangkan barang bukti hingga mengulangi perbuatannya.
Sebelumnya, Kejari Kota Bogor menetapkan dua orang tersangka kasus korupsi penggelapan dana BOS Madrasah Ibtidaiyah Kota Bogor.
DSA, yang merupakan Ketua KKMI Kota Bogor ditetapkan sebagai tersangka bersama Bendahara KKMI Kota Bogor, AM.
Keduanya diduga menggelapkan uang siswa untuk penggandaan soal ujian di 60 MI se-Kota Bogor. Jumlah pungutan disebut mencapai Rp1,12 miliar.
Selain ditetapkan tersangka, keduanya langsung ditahan oleh Kejari Kota Bogor.
Sumber:
BeritaSatu.Com
0 Komentar