Hujan deras yang mengguyur wilayah Bogor pada Selasa malam (29/7/2025) bikin dua RW di Desa Bantar Sari, Kecamatan Rancabungur, kelimpungan. Air meluap sampai masuk ke rumah-rumah warga. Yang bikin makin gawat, ternyata banjir ini bukan cuma karena hujan deras, tapi juga karena tanah longsor yang menutup saluran sungai.
Desa Bantar Sari Kembali Dilanda Banjir
Menurut keterangan dari Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Bogor, M Adam Hamdani, penyebab utamanya adalah longsornya tembok penahan tanah (TPT) milik perumahan yang berada di sekitar lokasi.
“Dikarenakan hujan dengan intensitas tinggi dan cukup lama, mengakibatkan TPT (tembok penahan tanah) perumahan mengalami longsor,” jelas Adam saat ditemui pada Rabu (30/7/2025).
TPT yang longsor ini nggak main-main. Panjangnya sekitar 30 meter, tingginya 3 meter, dan lebarnya 2 meter. Ukuran segede itu cukup untuk membuat aliran anak Sungai Cideupit tersumbat total. Alhasil, air nggak bisa ngalir lancar dan akhirnya meluap ke pemukiman warga yang lokasinya memang cukup dekat dengan aliran sungai.
109 Rumah Warga Terendam, RW 005 dan RW 007 Kena Paling Parah
Dampaknya lumayan luas. BPBD mencatat banjir melanda dua RW, yaitu RW 005 dan RW 007. Total ada 109 rumah warga yang terdampak. Angka ini bukan cuma sekadar data, tapi menggambarkan betapa seriusnya kondisi di lapangan.“Di RW 007 sebanyak 50 unit rumah dengan 215 jiwa, sedangkan di RW 005 sebanyak 59 rumah dengan 247 jiwa,” jelas Adam.
Bisa dibayangkan betapa repotnya warga malam itu—dari yang sibuk menyelamatkan barang-barang sampai memastikan keselamatan anggota keluarga masing-masing. Untungnya, menurut Adam, tidak ada korban jiwa akibat kejadian ini. Tapi tetap saja, kerusakan material cukup dirasakan warga, terutama satu rumah yang langsung tertimpa material longsoran.
Banjir ini bukan kali pertama terjadi di wilayah tersebut. Faktanya, menurut keterangan BPBD, ini adalah kali ketiga air meluap dan membanjiri permukiman warga. Dan pola penyebabnya bisa dibilang cukup konsisten: saluran drainase yang nggak kuat menampung debit air.
“Banjir terjadi sudah tiga kali di wilayah ini, dikarenakan aliran drainase tidak dapat menampung banyaknya debet air yang ada. Untuk banjir kali ini diperparah dengan tertutupnya aliran drainase oleh longsoran,” beber Adam.
Faktor Alam dan Tata Ruang yang Kurang Siap
Kalau dicermati, bencana seperti ini jadi semacam alarm keras buat penataan ruang dan infrastruktur drainase di kawasan pinggiran Bogor. Hujan deras memang nggak bisa dihindari, apalagi sekarang musim pancaroba. Tapi yang bisa dikendalikan adalah bagaimana kita membangun sistem penahan tanah dan drainase yang siap menghadapi curah hujan ekstrem.Banyak kawasan perumahan baru yang dibangun tanpa memperhatikan kontur tanah dan kemampuan daya dukung lingkungan sekitar. Begitu musim hujan datang, langsung kelihatan mana yang asal bangun dan mana yang beneran dirancang untuk tahan bencana.
Peran pemerintah daerah dalam hal ini sangat penting. Bukan cuma BPBD yang harus responsif ketika ada kejadian, tapi juga dinas terkait yang ngurus tata ruang dan pembangunan. Sudah waktunya mitigasi bencana dijadikan prioritas, bukan cuma respons darurat setelah bencana datang.
Selain itu, edukasi ke masyarakat soal pentingnya menjaga lingkungan dan tidak membuang sampah ke selokan juga penting. Kadang hal kecil kayak sampah botol plastik atau potongan kayu yang nyangkut di saluran air bisa jadi pemicu banjir lokal.
Langkah Penanganan dan Harapan Warga
Pasca-banjir, warga berharap ada langkah cepat dari pihak berwenang, terutama dalam membersihkan longsoran yang menutup aliran sungai. Tanpa itu, bukan nggak mungkin banjir bakal terulang lagi dalam waktu dekat. Warga juga minta ada perbaikan permanen pada sistem drainase agar air nggak terus-terusan meluap saat hujan deras datang.Pihak BPBD sendiri sudah melakukan pengecekan dan koordinasi untuk tindak lanjut. Biasanya, dalam kasus seperti ini, akan dilakukan normalisasi aliran sungai dan penanganan darurat sementara. Namun, perbaikan jangka panjang tetap diperlukan agar kejadian serupa tidak terus terulang.
Bencana ini menyisakan banyak pelajaran. Bukan cuma soal kesiapsiagaan teknis, tapi juga soal bagaimana kita sebagai masyarakat bisa lebih sadar akan pentingnya tata ruang dan pengelolaan lingkungan. Karena kalau alam sudah bicara, semua yang dibangun dengan setengah hati bisa roboh dalam semalam.
0Komentar