TSd7TUO5TfC6BUM8BUr0BSz0
Light Dark
Banjir dan Longsor di Puncak Bogor: Warga Mengungsi, Santri Jadi Korban

Banjir dan Longsor di Puncak Bogor: Warga Mengungsi, Santri Jadi Korban

Daftar Isi
×


Kawasan wisata Puncak di Bogor, Jawa Barat, kembali diterjang bencana alam. Sabtu malam, 5 Juli 2025, hujan deras yang mengguyur wilayah itu bukan cuma bikin suasana dingin makin menusuk tulang, tapi juga menyebabkan banjir dan longsor yang cukup mengkhawatirkan. Dua orang dilaporkan tertimbun tanah, salah satunya seorang santri.

Kondisi darurat langsung memicu respon dari tim Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor. Malam itu juga, proses pencarian korban dimulai. Sayangnya, cuaca yang makin memburuk dan medan yang terjal membuat proses evakuasi berlangsung alot. Sinyal komunikasi yang lemah juga memperumit koordinasi.

Selain longsor, banjir yang merendam sejumlah desa juga menghantam rumah-rumah warga. Beberapa bangunan dilaporkan mengalami kerusakan cukup parah. Aliran listrik padam sejak sore hari, membuat suasana makin mencekam, terutama di wilayah-wilayah yang sulit diakses kendaraan roda empat.

Dampak Banjir dan Longsor Meningkat

Dilansir dari Kompas.com, staf Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Bogor, Jalaluddin, mengatakan pihaknya belum bisa memberikan data pasti mengenai jumlah rumah yang rusak. "Kondisinya memang belum memungkinkan. Cuaca masih belum stabil, sinyal komunikasi jelek, dan listrik mati total," ujarnya.

Proses pendataan pun masih berlangsung hingga Minggu pagi. Jalaluddin menambahkan bahwa hingga saat ini, ada tujuh desa yang terdampak bencana. Lima di antaranya berada di Kecamatan Megamendung, sementara dua lainnya berada di Kecamatan Cisarua, yaitu Desa Tugu Utara dan Tugu Selatan. Wilayah ini memang dikenal rawan bencana, terutama saat musim hujan datang tanpa aba-aba.

Tak cuma soal data kerusakan, perhatian BPBD juga tertuju pada keselamatan warga. Banyak rumah berada di lereng bukit atau di dekat aliran sungai, yang saat curah hujan tinggi langsung berisiko tinggi terjadi longsor atau banjir bandang. Situasi ini bikin warga di sekitar lokasi harus ekstra hati-hati, terutama saat hujan turun sepanjang malam.

Warga Diimbau Jangan Nekat Bertahan

Melihat kondisi geografis yang rentan dan cuaca ekstrem yang belum mereda, Jalaluddin mengimbau warga yang tinggal di zona merah untuk tidak nekat bertahan. “Kami harap masyarakat yang tinggal di sekitar lereng bukit, bantaran sungai, atau kawasan rawan bencana lainnya tetap waspada,” ucapnya.

Ia juga menekankan pentingnya evakuasi dini apabila kondisi mulai tidak aman. Menurutnya, keselamatan jauh lebih penting ketimbang harta benda. Dalam kondisi seperti ini, keputusan cepat bisa jadi penentu hidup atau tidaknya seseorang. Pemerintah daerah pun siap menyiapkan tempat penampungan darurat bagi warga yang perlu dievakuasi.

Rencananya, tim BPBD akan kembali menyisir lokasi terdampak pada Minggu pagi, 6 Juli 2025. Fokus utamanya adalah melanjutkan proses pendataan dan membantu evakuasi, terutama di desa-desa yang terisolasi akibat akses jalan yang tertutup longsor. Logistik seperti makanan, air bersih, dan selimut pun diprioritaskan untuk disalurkan.

Kesiapsiagaan Jadi Kunci Menghadapi Alam

Di tengah derasnya hujan dan guyuran musibah, satu pelajaran penting yang kembali terulang: pentingnya mitigasi bencana di kawasan rawan seperti Puncak. Edukasi terhadap masyarakat soal apa yang harus dilakukan saat bencana datang, hingga kesiapan logistik dan jalur evakuasi, adalah hal yang tak boleh lagi ditunda.

Wilayah Puncak memang indah dan jadi favorit para wisatawan, tapi dari sisi geografis, kawasan ini punya PR besar dalam hal pengelolaan risiko bencana. Dalam kondisi ekstrem seperti sekarang, kesiapsiagaan adalah kunci. Perlu ada sinergi antara pemerintah, warga, dan pihak-pihak lain untuk bisa tanggap sejak dini.

Cuaca ekstrem di Indonesia memang sudah bukan hal aneh. Dalam beberapa tahun terakhir, perubahan iklim makin terasa dampaknya. Banjir, longsor, hingga angin puting beliung makin sering terjadi, bahkan di luar musim hujan. Ini jadi alarm keras bahwa kita semua harus lebih sadar dan peduli terhadap lingkungan.

Bencana seperti yang terjadi di Puncak bukan hanya soal alam yang mengamuk, tapi juga tentang bagaimana manusia membangun kesiapannya menghadapi kemungkinan terburuk. Seperti pepatah Sunda bilang, ulah sagawayah ka alam, jangan sembrono terhadap alam — karena ketika alam marah, tak banyak yang bisa kita lakukan kecuali bertahan dan belajar.

Dan saat pagi menjelang, Puncak yang biasanya penuh kabut dan angin sejuk, kini menyimpan duka dan pelajaran. Semoga pencarian korban segera membuahkan hasil, dan warga yang terdampak bisa segera bangkit. Karena dari tiap lumpur dan reruntuhan, harapan itu selalu bisa disusun ulang — pelan tapi pasti.

0Komentar