AF (21), seorang perempuan muda asal Bogor, Jawa Barat, tengah menjadi sorotan setelah diduga dijebak hingga menikah dengan seorang pria warga negara asing (WNA) asal Arab Saudi bernama Hamad Saleh. Pernikahan yang awalnya diharapkan membawa kebahagiaan itu justru berubah menjadi tragedi.
Keluarga AF tidak menyangka proses taaruf yang mereka sepakati akan berakhir pada pernikahan dengan paksaan. Setelah pernikahan berlangsung, AF diboyong Hamad ke Arab Saudi. Namun, bukannya mendapatkan kehidupan baru yang layak, AF justru menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Ujang Supyani, ayah AF, menjelaskan awal mula kejadian. Menurutnya, peristiwa itu terjadi saat enam orang yang tidak dikenal tiba-tiba mendatangi rumahnya di Bogor pada 2024. Mereka mengaku berasal dari Sukabumi dan berniat untuk meminang putrinya. Dari situlah semua cerita kelam ini dimulai.
“Awalnya saya didatangi enam orang. Mereka orang Indonesia, katanya dari Sukabumi. Mereka bilang ingin berkenalan dengan keluarga kami dan berniat meminang anak saya,” ujar Ujang, Kamis (11/9/2025). Cerita itu mengalir dengan penuh emosi, menggambarkan betapa berat langkah yang kemudian mereka hadapi.
Dari Taaruf ke Paksaan Akad Nikah
Keluarga Ujang sebenarnya cukup hati-hati. Mereka setuju dengan niat baik itu, tetapi hanya sebatas taaruf terlebih dahulu. Taaruf sendiri dalam Islam dipahami sebagai proses saling mengenal yang dijalankan sesuai syariat. Keluarga AF pun menegaskan, menikah bukan hanya menyatukan dua orang, tapi dua keluarga.
Namun, proses itu berubah arah. Ujang bercerita mereka diajak ke sebuah apartemen di Jakarta, lalu dialihkan ke sebuah kantor di Jalan Condet. Di sana, keluarganya dipaksa untuk melakukan akad nikah dengan dalih agar urusannya cepat selesai. Dalam kondisi bingung, keluarga pun akhirnya ikut menuruti.
“Di sana kami dipaksa untuk akad dulu supaya urusannya lancar, katanya begitu. Dalam keadaan bingung, kami kompromi juga. Waktu itu saya, istri, dan anak saya yang sekarang jadi korban ikut ke sana,” ungkapnya. Putrinya pun awalnya kooperatif karena mengira proses itu masih bagian dari taaruf.
Sayangnya, tidak lama setelah akad berlangsung, AF langsung dibawa ke Arab Saudi oleh Hamad. Dari sinilah jalan cerita tragis dimulai. Baru beberapa minggu tinggal di negeri asing, AF menghubungi keluarganya dengan tangisan, mengaku disiksa oleh suaminya. Kabar itu jelas membuat keluarga di Bogor terpukul.
Gugatan Pembatalan Pernikahan
Kabar tersebut akhirnya sampai ke telinga aparat hukum. Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari Jakarta Barat, Anggara Hendra Setya Ali, mengonfirmasi laporan itu. “Tiba-tiba 2 minggu atau 3 minggu kemudian dikabari anaknya telepon katanya disiksa sama suaminya,” jelas Anggara, Selasa (2/9/2025).
Mendapatkan laporan itu, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat Hendri Antoro langsung menggugat ke Pengadilan Agama (PA) Jakarta Barat untuk membatalkan perkawinan AF dengan Hamad. Setelah melalui proses panjang, majelis hakim akhirnya mengabulkan gugatan tersebut dan resmi membatalkan perkawinan keduanya.
“Membatalkan perkawinan atau pernikahan antara tergugat 1 dengan tergugat 2 sebagaimana yang termaktub dalam akta nikah nomor 3173011082024040 tanggal 7 Agustus tahun 2024 yang diterbitkan oleh kantor urusan agama Kecamatan Cengkareg Kota Jakarta Barat,” kata Ketua Majelis Hakim, Aminuddin, saat sidang di PN Jakarta Barat.
Kepala Kejari Jakarta Barat, Hendri Antoro, mengapresiasi putusan itu. Meski begitu, ia menyebut pihaknya masih menunggu 14 hari ke depan untuk memastikan apakah pihak tergugat mengajukan banding. Jika tidak, maka putusan akan inkrah dan dilanjutkan ke langkah hukum serta administratif berikutnya.
Hendri menegaskan, proses sidang berjalan cukup lancar meski menghadapi kendala administratif, terutama karena tergugat berada di luar negeri. “Tidak ada kendala, hanya tantangan karena harus melalui proses rogatori yang memang SOP dari Mahkamah Agung,” ujarnya.
Pemulangan Korban dan Koordinasi Lanjutan
Anggara menambahkan, pembatalan nikah menjadi satu-satunya jalan agar AF bisa dipulangkan ke tanah air. Ia menegaskan, pernikahan tersebut batal karena tidak memenuhi syarat sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya Pasal 22 dan 26. Hal itu menjadi dasar hukum kuat untuk melindungi korban.
Setelah putusan inkrah, pihak Kejari berencana memastikan status pernikahan AF dicoret dari catatan KUA. “Kalau sudah inkrah, kami akan segera komunikasikan dengan KUA agar dilakukan pencoretan terkait buku nikah,” ujar Hendri. Setelah itu, koordinasi akan dilanjutkan dengan Kementerian Luar Negeri untuk pemulangan AF.
Namun, Hendri belum bisa memastikan kapan AF akan dipulangkan. “Setidaknya kami tunggu 14 hari ke depan dulu. Mudah-mudahan diberikan kelancaran agar putrinya bisa segera kembali ke pangkuan orangtua,” ujarnya. Untuk sementara, AF kini berada di rumah aman (safe house) KBRI Riyadh sejak Februari 2025.
Kondisinya disebut semakin membaik. Ia tetap bisa berkomunikasi secara rutin dengan keluarganya di Bogor. “Alhamdulillah adik kita di sana ada di rumah aman KBRI. Dulu memang sempat mengalami KDRT, tapi sekarang dalam perlindungan. Setiap minggu masih bisa telepon dengan orangtuanya,” tutur Hendri.
Kasus ini jelas meninggalkan pelajaran besar. Hendri berharap orangtua, aparat desa, maupun KUA lebih berhati-hati dalam proses pernikahan, agar kejadian serupa tidak terulang. “Karena multiplier effect dari putusan ini bukan hanya menyelamatkan satu WNI, tapi juga membuka jalan bagi kasus serupa,” pungkasnya.
Kisah AF menjadi cermin bahwa pernikahan bukan sekadar formalitas, melainkan tanggung jawab besar. Dari Bogor hingga Riyadh, perjalanan getir seorang anak bangsa ini menegaskan bahwa perlindungan WNI harus selalu jadi prioritas. Semoga pulangnya nanti membawa harapan baru, bukan luka lama yang terus berulang.
0Komentar