Di tengah geliat pembangunan di Kabupaten Bogor, ternyata masih ada kisah menyedihkan dari dunia pendidikan. SDN Tegal Benteng, yang berlokasi di Kecamatan Cariu, Jawa Barat, menjadi potret nyata betapa pemerataan fasilitas sekolah masih jauh dari kata ideal. Bangunan tua itu berdiri sejak tahun 1983.
Siswa duduk di ruang kelas dengan kondisi bangunan tidak layak di SDN Tegal Benteng, Cariu, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (8/9/2025). Menurut pihak sekolah, bangunan yang berdiri sejak tahun 1983 tersebut sebanyak enam kelas dan satu ruang guru kondisinya rusak parah dengan lantai beralas tanah, plafon jebol, tembok serta rangka atap ruangan juga sudah rapuh, sehingga membahayakan siswa dan guru.
Pemandangan ini membuat miris siapa pun yang menyaksikannya. Anak-anak tetap semangat belajar, meski atap bocor, lantai berdebu, dan dinding nyaris runtuh. Kondisi tersebut menandakan betapa ketangguhan semangat siswa tidak selalu diimbangi dukungan sarana yang memadai dari pihak terkait.
Pendidikan dan Infrastruktur yang Belum Selaras
Fenomena ini bukan hal baru di sejumlah wilayah pelosok. Infrastruktur pendidikan seringkali tertinggal jauh dibandingkan kebutuhan nyata. SDN Tegal Benteng adalah contoh paling gamblang. Meski sudah berusia lebih dari 40 tahun, perawatan besar nyaris tidak pernah dilakukan sehingga kondisi bangunan terus memburuk dari tahun ke tahun.
Siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas dengan bangunan tidak layak di SDN Tegal Benteng, Cariu, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (8/9/2025). Menurut pihak sekolah, bangunan yang berdiri sejak tahun 1983 tersebut sebanyak enam kelas dan satu ruang guru kondisinya rusak parah dengan lantai beralas tanah, plafon jebol, tembok serta rangka atap ruangan juga sudah rapuh, sehingga membahayakan siswa dan guru.
Meski demikian, para guru tetap berusaha memberikan pengajaran terbaik. Mereka menyadari bahwa keselamatan menjadi taruhannya setiap hari, namun kebutuhan pendidikan anak-anak jauh lebih penting. Guru dan siswa sama-sama berjuang agar proses belajar tetap berjalan meski dengan keterbatasan ekstrem.
Ironisnya, sekolah ini tidak hanya menjadi tempat menimba ilmu, tetapi juga simbol harapan bagi warga sekitar. Orang tua murid berharap anak-anak mereka bisa mendapatkan masa depan lebih baik melalui pendidikan, walaupun bangunan sekolah tampak seperti hendak ambruk sewaktu-waktu.
Semangat Anak-Anak yang Tidak Padam
Siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas dengan bangunan tidak layak di SDN Tegal Benteng, Cariu, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (8/9/2025). Menurut pihak sekolah, bangunan yang berdiri sejak tahun 1983 tersebut sebanyak enam kelas dan satu ruang guru kondisinya rusak parah dengan lantai beralas tanah, plafon jebol, tembok serta rangka atap ruangan juga sudah rapuh, sehingga membahayakan siswa dan guru.
Keteguhan hati anak-anak ini menjadi bukti bahwa motivasi belajar tidak sepenuhnya ditentukan oleh fasilitas. Mereka tetap menulis, membaca, dan berhitung meskipun berada di bawah atap rapuh. Dalam situasi seperti ini, pendidikan seolah menjadi perlawanan terhadap keadaan, sebuah perjuangan untuk masa depan yang lebih layak.
Jika melihat kondisi ini, publik wajar mempertanyakan sejauh mana perhatian pemerintah daerah terhadap pemerataan sarana pendidikan. Apalagi, Kabupaten Bogor dikenal sebagai salah satu daerah dengan jumlah penduduk yang besar dan pendapatan daerah cukup tinggi, sehingga seharusnya fasilitas dasar seperti sekolah lebih terjamin.
Di sisi lain, persoalan pendidikan memang kerap berbenturan dengan keterbatasan anggaran. Banyak sekolah di pelosok yang harus berbagi perhatian dengan proyek pembangunan infrastruktur lain. Sayangnya, jika anak-anak terus belajar di ruang nyaris roboh, risiko keselamatan bisa lebih mahal dibanding biaya perbaikan sekolah.
Dalam berbagai kesempatan, isu serupa sering muncul di media. Namun, perhatian publik biasanya hanya sesaat. Begitu sorotan meredup, masalah kembali terlupakan. Padahal, pendidikan adalah fondasi utama untuk mencetak generasi yang lebih cerdas, mandiri, dan siap menghadapi tantangan masa depan.
Pihak sekolah berharap agar pemerintah segera turun tangan. Bukan hanya janji renovasi di atas kertas, melainkan tindakan nyata berupa pembangunan ulang ruang kelas yang layak. Anak-anak membutuhkan tempat belajar aman agar mereka bisa fokus menyerap ilmu tanpa rasa takut tertimpa material bangunan.
Harapan itu bukan sesuatu yang berlebihan. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan bermutu dalam kondisi yang layak. Jika sekolah di pelosok dibiarkan terus terabaikan, jurang ketimpangan pendidikan akan semakin lebar dan sulit ditutup di masa depan.
Situasi di SDN Tegal Benteng juga menjadi pengingat bahwa pendidikan bukan hanya soal kurikulum dan guru. Infrastruktur fisik memegang peranan vital. Tanpa ruang belajar yang aman, proses pengajaran sebaik apa pun bisa kehilangan makna. Maka, perhatian serius dari semua pihak adalah keharusan.
Menghadapi kenyataan ini, publik diharapkan tidak hanya mengeluh, tetapi ikut bersuara. Dukungan masyarakat, media, hingga komunitas pendidikan bisa menjadi tekanan moral bagi pemerintah untuk segera bertindak. Karena setiap anak Indonesia berhak merasakan sekolah dengan dinding kokoh dan atap aman.
Kisah SDN Tegal Benteng menjadi cermin yang menohok. Ia menunjukkan bahwa di balik slogan "pendidikan untuk semua", masih ada anak-anak yang belajar di ruangan penuh risiko. Namun, semangat mereka membuktikan, meski fasilitas rapuh, harapan tetap tegak berdiri seperti pohon tua yang menolak tumbang.
0Komentar