Kota Bogor kembali nunjukin taringnya dalam urusan kesejahteraan warganya. Melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG), Pemkot bukan cuma sekadar bagi-bagi nasi bungkus, tapi juga menciptakan ribuan lapangan kerja baru. Program ini kini jadi simbol gotong royong modern di tengah “Kota Hujan” yang makin melek soal kesejahteraan sosial.
Menurut Wakil Wali Kota Bogor Jenal Mutaqin, dapur MBG kini bukan lagi sebatas wacana di atas kertas. “Sudah 40 dapur MBG beroperasi di berbagai wilayah Kota Bogor, dan setiap dapur menyerap sekitar 50 karyawan dari warga sekitar,” ujarnya mantap.
“Artinya sudah ada 2.000 tenaga kerja terserap dari warga Kota Bogor,” lanjut Jenal saat membuka Job Fair 2025 di Mal Jambu Dua, Rabu (15/10/2025). Angka yang tentu bikin banyak pihak angkat topi, sebab di tengah ekonomi yang fluktuatif, Bogor justru tampil dengan solusi konkret.
Target 102 Dapur, 5.100 Warga Siap “Ngarumat” Dapur Bergizi
Langkah Pemkot Bogor belum berhenti. Pemerintah menargetkan total 102 dapur MBG untuk memenuhi kebutuhan makan bergizi gratis bagi siswa TK hingga SMA. Kalau setiap dapur menampung 50 karyawan, maka total lebih dari 5 ribu warga akan terserap sebagai tenaga kerja—angka yang bukan main!
“Kalau target 102 dapur ini berjalan, maka akan ada 5.100 warga Kota Bogor yang ikut bekerja di dapur SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi),” kata Jenal. Program ini bukan cuma soal dapur dan nasi, tapi tentang martabat warga, soal ekonomi yang digerakkan dari level bawah—teu jauh beda dari semangat “ngahudangkeun” ekonomi lokal.
Dapur-dapur MBG ini tersebar di seluruh kecamatan. Setiap dapur berfungsi seperti jantung kecil yang memompa kehidupan baru bagi warga sekitar. Dari ibu rumah tangga, pemuda, hingga petani lokal, semua dapat peran dalam rantai distribusi pangan sehat bagi anak sekolah.
Lowongan Masih Terbuka, Kesempatan Emas Pikeun Urang Bogor
Meski puluhan dapur sudah jalan, ternyata masih banyak posisi yang belum terisi. Dari bagian dapur hingga distribusi makanan, lowongan masih terbuka lebar. “Sekarang saja sebenarnya banyak dapur punya lowongan. Ngatur ompreng. Mungkin kesempatan yang lain bisa dijajaki Bapak Ibu,” ujar Jenal penuh semangat.
Kalimat itu sederhana tapi ngena. Ngatur ompreng bukan cuma soal kerja dapur, tapi simbol keterlibatan masyarakat dalam program sosial ekonomi. Warga Bogor diajak bukan cuma nonton, tapi turun langsung jadi bagian dari perubahan. Ieu mah kasempetan emas, bukan cuma buat dapet penghasilan, tapi juga buat berkontribusi nyata.
Tak hanya itu, Pemkot juga punya rencana strategis untuk masa depan. Ke depan, akan dibuat sistem pendataan tenaga kerja dapur MBG yang terhubung langsung dengan Disnaker Kota Bogor. Tujuannya agar para pencari kerja bisa ditempatkan sesuai domisili.
“(Sebanyak) 40 dapur hari ini sudah menampung tenaga kerja asal Kota Bogor, cuma belum ada koordinasi. Nah, ke depan kita akan buat skema supaya mereka yang terdaftar di Disnaker bisa diserap sesuai domisili dapur,” kata Jenal menjelaskan arah kebijakan.
Langkah ini akan mempercepat proses penyerapan tenaga kerja, sekaligus mempermudah pengawasan dan pemerataan peluang kerja. Jadi, warga di setiap kecamatan bisa punya kesempatan yang sama, tanpa perlu jauh-jauh cari kerja ke pusat kota.
Selain tenaga dapur, Pemkot juga mendorong keterlibatan petani lokal, pelaku UMKM, dan kelompok wanita tani (KWT) dalam mendukung pasokan bahan pangan dapur MBG. “Dapur MBG atau SPPG sangat membutuhkan pasokan pangan, dan ini bisa jadi peluang ekonomi bagi petani serta kelompok wanita tani (KWT),” tambah Jenal.
Dengan begitu, dapur MBG tak sekadar tempat masak, tapi juga simpul ekonomi lokal yang memutar rantai nilai dari hulu ke hilir. Dari petani sayur, pengusaha kecil, hingga juru masak, semuanya berkolaborasi membangun ekosistem kerja yang sehat dan produktif.
Di tengah tantangan ekonomi dan harga bahan pokok yang sering naik-turun, langkah Bogor ini terasa seperti oase di tengah padang kering. Program MBG bukan hanya soal makan gratis, tapi soal martabat, kebersamaan, dan semangat warga “silih asah, silih asih, silih asuh.”
Kota Bogor membuktikan, perubahan besar bisa dimulai dari dapur kecil. Sebab di sanalah api harapan dinyalakan, dan dari aroma masakan bergizi, masa depan yang lebih hangat pun mulai diracik. Singkatnya, dapur bisa jadi panggung kecil di mana kesejahteraan warga dimasak dengan rasa cinta dan garam perjuangan.
0Komentar