Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim, menegaskan pentingnya gotong royong antar elemen masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana alam di Kota Bogor yang tiap tahun tembus angka seribu kejadian. Ia menyebut kerja bareng antara TNI-Polri, BNPB, Basarnas, PMI, BMKG, dan masyarakat sebagai kunci agar respon tanggap bisa gesit kawas macan.
Hal itu disampaikan Dedie saat memimpin Apel Siaga Tanggap Darurat Bencana Hidrometeorologi di Mako Polresta Bogor Kota, Jalan Kapten Muslihat, Kecamatan Bogor Tengah, Rabu (5/11/2025). Acara tersebut menjadi ajang penting untuk menakar kesiapan personel serta mengecek sarana dan prasarana menghadapi potensi bencana yang bisa datang kapan saja.
“Ada delapan pendekatan yang perlu kita laksanakan, di antaranya adalah deteksi dini dan pemetaan rawan bencana secara berkelanjutan, serta memastikan kesiapan personel dan logistik,” kata Dedie Rachim.
Menurut Dedie, kesiapsiagaan bukan hanya soal alat dan personel, tapi juga soal edukasi publik. Ia menilai simulasi tanggap darurat harus rutin dilakukan agar masyarakat terbiasa dan bisa bertindak cepat serta tepat. “Kita harus melaksanakan tugas kemanusiaan dengan penuh empati dan profesionalisme, serta memastikan semua kegiatan penanggulangan bencana sesuai prosedur yang berlaku,” ujarnya menekankan.
Waspada Musim Hujan Ekstrem
Dedie mengingatkan bahwa peringatan dini dari BMKG patut jadi perhatian serius. Menurutnya, puncak curah hujan bakal berlangsung antara November hingga Januari 2026. “Kota Bogor telah mengalami beberapa kejadian curah hujan ekstrem, yang berpotensi menyebabkan banjir dan longsor,” ujarnya dengan nada serius.
Dalam data pemetaan yang dipegang Pemkot, dua kecamatan disebut paling rawan bencana, yaitu Bogor Selatan dan Bogor Barat. Dedie meminta warga agar lebih peka terhadap lingkungan sekitar, mulai dari menjaga kebersihan, tidak membuang sampah sembarangan, hingga ikut aktif dalam upaya pelestarian alam.
“Saat ini, sebanyak 2.100 pohon telah dilakukan deteksi dini, dengan 250-an di antaranya dinyatakan rawan dan 50 pohon memerlukan perhatian khusus,” ungkap Dedie. Ia pun berpesan agar warga tidak berteduh di bawah pohon saat hujan ekstrem.
Langkah antisipatif itu menjadi bagian dari upaya Pemkot untuk mencegah korban jiwa akibat pohon tumbang atau banjir bandang. “Naha rek ngantosan korban heula?” mungkin begitu pesan tak langsung dari Dedie agar warga sadar bahwa mitigasi itu bukan sekadar slogan, tapi tanggung jawab bersama.
Fenomena La Nina dan Curah Hujan Tinggi
Kepala BMKG, Teuku Faisal Fathani, turut menjelaskan bahwa saat ini Indonesia sedang berada pada masa transisi menuju puncak musim hujan. “Fenomena La Nina lemah saat ini diprediksi akan bertahan hingga Maret 2026, namun dampaknya terhadap curah hujan tidak terlalu signifikan,” jelasnya dalam pernyataan resmi pada Selasa (4/11/2025).
Meski begitu, Faisal mengingatkan bahwa periode November–Desember 2025 akan diwarnai curah hujan di atas normal di sejumlah daerah. “Sebagian besar wilayah Indonesia, terutama Sumatera bagian utara, Kalimantan bagian utara, dan Sulawesi bagian utara, akan mengalami curah hujan di atas normal,” katanya.
Ia juga menambahkan bahwa kombinasi antara faktor global dan regional seperti La Nina lemah dapat memicu hujan lebat disertai angin kencang. “Kombinasi faktor global dan regional seperti La Nina lemah akan meningkatkan potensi hujan lebat disertai angin kencang,” tutupnya menegaskan.
Dengan segala potensi risiko itu, Kota Bogor kini benar-benar bersiap. Bukan hanya soal alat dan tenaga, tapi juga tentang membangun kesadaran kolektif warga agar tetap siaga dan saling menjaga.

0Komentar