Saleh Danasasmita (1983) dalam bukunya, Sejarah Bogor, secara panjang lebar dan terperinci mengungkapkan asal dan arti nama Bogor , secara lengkap sebagai berikut.
Menurut buku tersebut, terdapat beberapa pendapat mengenai asal nama Bogor.
Pendapat pertama mengatakan Bogor berasal dari patung sapi yang ada di dalam Kebun Raya Bogor. Kata lain untuk sari adalah baghar atau bagar. Tetapi karena pengaruh kebudayaan Arab maka bunyi Ba oleh lidah Sunda dibaca Bo.
Nama Bogor telah ada sebelum Kebun Raya dibuat, sedang patung itu berasal dari kolam kuno Kota Batu yang dipindahkan ke dalam Kebun Raya oleh Dr. Freideriech pada pertengahan abad ke 19. Disinilah letak kelemahan dugaan atau pendapat pertama.
Pendapat kedua masih mengenai salah ucap lidah Sunda yang kurang dapat mengucapkan kata "Buitenzorg" yaitu nama resmi Bogor pada masa penjajahan Belanda. Dugaan "Buitenzorg" menjadi Bogor terlalu dikira-kira, karena berdasarkan gejala bahasa seperti buis (pipa) menjadi bes, borg Uaminan) menjadi boreh, maka orang Sunda awam yang asing dengan lafal Belanda harus "mengucapkan "Buitenzorg" menjadi "Betensoreh" bukan Bogor.
Pendapat yang paling menarik adalah pendapat ketiga. Dalam hal ini asal nama Bogor ditinjau dari aspek keakraban bunyi antara bokor dengan bogor. Perubahan bunyi "K" menjadi "G" tanpa menimbulkan perubahan arti dapat saja terjadi. Contohnya pada kata kumasep dan angkeuhan menjadi gumasep dan anggeuhan. Tapi orang Sunda ternyata tidak mengartikan bokor (sejenis bakul) sama dengan Bogor .
Selain itu ada pula pendapat lain mengenai Bogor. Istilah Bogor mengungkapkan sesuatu yang mencakup semua hal yang mempunyai hubungan dengan pohon enau (aren) dalam bahasa Sunda disebut pohon Kawung. Menurut seorang ahli bernama Roorda Van Eysinga, Bogor berarti pohon-pohon aren yang telah mati atau mengering.
Sampai sekarang belum ada kesesuaian pendapat para ahli sejarah mengenai asal nama Bogor . Namun umumnya, para ahli membenarkan pendapat Eysinga tadi, karena di daerah Bogor banyak terdapat penggarapan tanah secara gogo (tidak digenangi air).
0 Komentar