Usaha Sampingan Modal Kecil untuk Budidaya Ikan Bawal
Belakangan
usaha rumah makan bertema bakar-bakaran memang sedang trend. Mulai dari usaha
kelas kecil dengan konsep warung tenda, semi café sampai resto dengan konsep
alam terbuka.
Dan
dari semua usaha ini, ada satu jenis menu yang pasti ada, yakni bebakaran ikan
air tawar. Tidak hanya jenis ikan populer macam gurame atau nila, tetapi juga
ikan bawal dan ikan mas.
Itulah
yang mendorong Restu Hardi untuk memulai bisnis sampingan modal kecil dengan
budidaya ikan bawal. Menurut pengamatannya ikan bawal termasuk jenis ikan
dengan harga jual relatif tinggi dari jenis ikan darat kelas menengah lain.
Malah ikan satu ini kerap dianggap sebagai substitusi dari ikan gurame yang
mahal.
Untuk
meyakinkan diri bahwa pilihannya tepat, Restu yang sebenarnya seorang arsitek
ini mencari referensi keberbagai sumber mengenai karakter ikan bawal. Dari
pencariannya ini, Restu mendapat banyak informasi mengenai ikan bawal yang
memang cukup tahan banting, jadi tidak rentan hama dan penyakit. Selain itu
pertumbuhannya relatif cepat dan mudah dibesarkan.
Untuk
memulai usahanya, Restu menyewa 2 buah unit kolam di kawasan Bantul. Belakangan
ini memang kawasan Yogya tengah digiatkan oleh aktivitas perikanan. Banyak area
sawah yang di ubah fungsikan sebagai area perikanan dengan deretan kolam. Meski
pada beberapa daerah kolam dan persawahan diupayakan secara bersama.
Dengan
bantuan seorang tenaga kerja, Restu yang sudah cukup sibuk dengan profesinya,
hanya bisa meluangkan watu sekitar 1 jam perhari untuk usaha kolamnya. Jadi
untuk perawatan ekstra, Restu menggunakan jasa seorang tenaga dari kampung
sekitar dengan upah bulanan 500 ribu.
Restu
mendapatkan benih bawal seharga Rp. 20.000/kg. Biasanya dalam 1 kilo terdapat
sektar 1000 bibit ukuran 1 inci. Dengan komposisi sebuah kolam ditebarkan
sekitar 1500 bibit. Restu mendapatkan bibit ini dari keompok tani penyedia
bibit yang berasal dari kawasan Godean.
Restu
sendiri memilih untuk menyediakan pakan dengan penggabungan pakan alami dengan
pakan non alami alias pabrikan. Untuk mendapat suplai pakan, Restu bekerja sama
dengan sebuah restoran di dekat rumahnya untuk memisahkan sampah organiknya dan
akan dia ambil setiap hari sebagai pakan ikan. Selain juga dia tambahkan pakan
daun talas yang sengaja dia tanam di sekitar kolam.
Sedang
setiap bulan sekali Restu juga membeli pakan pabrikan sebanyak 10 kilo. Meski
beberapa orang mengatakan dengan pakan pabrikan rasa daging jadi kurang gurih,
tetapi pakan pabrikan akan membantu proses penggemukan ikan. Di sisi lain,
Restu menambahkan teri rancah, sejenis teri segar kecil untuk membantu memberi
rasa gurih pada daging bawal panenanya nanti.
Menariknya,
menurut Restu usaha pembesaran ini hanya membutuhkan waktu sekitar 3 bulan
untuk bisa panen. Jadi masa investasi modalnya terbilang pendek. Dan soal
keuntungannya cukup menjanjikan. Pasalnya dari 1500 bibit tadi, Restu bisa
memanen sekitar 450 kg ikan bawal perkolamnya
Bayangkan
rata-rata harga jual di tingkat pengepul biasanya sekitar Rp 12 ribuan
perkilonya. Dengan dua buah kolam yang masing-masing bisa memproduksi sekitar
450an kilo, maka total panen Restu dari dua kolam bisa mencapai 1,4 ton yang
dalam rupiah bisa menjadi 10,8 juta untuk tiap panen 3 bulan sekali.
Berikut
ini rincian perhitungan analisa usaha dari budidaya ikan bawal tersebut
Biaya
per 3 bulan
Sewa
kolam : Rp. 2.200.000,-
Bibit : Rp. 30.000,-
Pakan : Rp. 360.000,-
Obat
dan pupuk : Rp. 120.000,-
Tenaga
kerja : Rp. 1.500.000,-
Total : Rp. 4.210.000,-
Penghasilan : Rp. 10.800.000,-
Maka
total keuntungan : Rp. 6.590.000,-
Anda
bisa lihat usaha perikanan semacam ini memang sangat mampu menjanjikan untung
cepat. Bahkan bukan hanya itu tetapi keuntungan yang berkali lipat dari modal
awal. Dan satu kabar pentingnya, bisa dikerjakan sebagai bisnis sampingan modal
kecil.
Biasanya
memang Ikan yang dihasilkan sudah memiliki pengepul sendiri untuk satu kawasan
kompleks perikanan terdapat satu atau dua pemain pengepul yang siap menampung
hasil produksi dan melemparnya ke pasar, mulai dari pasar pelaku usaha macam
resto, pasar penjualan seperti pasar-pasar tradisional dan pasar pabrikan
pengolahan ikan dan supermarket.
Menurut
Restu pada beberapa lokasi perikanan lain, ikan biasanya dijual ke koperasi
dimana pemilik kolam diwajibkan untuk menjadi anggotanya. Cara ini kerap
digunakan untuk bisa memotong rantai penjualan dan mendapat harga yang lebih
baik. Namun menurut Restu dengan model ini, Restu terikat untuk berada di satu
kompleks kolam tanpa bisa mencari kawasan kolam lain, karena udah terikat
dengan koperasi tersebut.
Toh
menurut Restu harga dari pengepul yang selama ini dia terima sudah cukup masuk
akal, karena Restu sudah tidak tau menau lagi dengan masalah penyaluran ikan ke
pasar konsumsi. Dia bisa lebih fokus pada produksi karena dia sendiri juga
hanya memiliki waktu kerja yang terbatas dengan bisnis sampingan modal kecil
miliknya ini.
0 Komentar