200 Tahun Kebun Raya Bogor, Paru-Paru Bogor yang Tak Menua


Kebun Raya Bogor (KRB) genap berusia 200 tahun, Kamis (18/5). Dengan luas mencapai 87 hektar (ha), KRB memiliki peran yang penting. Diantaranya menjadi paru-paru penyuplai udara bersih bagi warga Kota Hujan yang semakin padat. Tentu tidak bisa dibayangkan jika 12 ribu spesimen di dalamnya dibabat kemudian diganti hutan beton.

Dalam sambutannya Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, berpesan, bahwa dia mengapresiasi pengelola KRB yang telah mengembangkam KRB sebagai pusat konservasi, pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan dalam dua abad terakhir.

“Pengembangan dan penemuan ilmu pengetahuan sangat penting, dari sini ilmu pengetahuan tumbuhan berkembang pesat,” ujar Teten. KRB kata dia, memiliki tanaman yang luar biasa.

Bahkan saat ini sudah langka  dan mampu menjadi gudang dan tempat koleksi tanaman endemik di Indonesia. Presiden berpesan agar para kepala daerah terutama yang memiliki akses lahan untuk mengembangkan kebun raya di masing-masing kota/kabupaten seluruh Indonesia.

“KRB bukan hanya tempat riset dan konservasi, tapi tempat rekresiasi keluarga untuk memperkenalkan kekayaan alam Indonesia,” tuturnya.

KRB saat ini memiliki 3.228 jenis makhluk hidup, yang dikelompokkan dalam 1.210 marga, dan 214 suku.  Membuka lembar sejarah, pada 18 Mei 1817 silam, kebun di pusat Kota Bogor ini diresmikan oleh Gubernur Jenderal Godert Alexander Gerard Philip van der Capellen.

Nama resminya kala itu adalah ‘s Lansd Plantentuin te Buitenzorg. Peresmian ditandai dengan ayunan cangkul. Saat ini Kebun Raya Bogor berada di bawah pengelolaan Pusat Konservasi Tumbuhan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Walikota Bima Arya mengatakan, KRB sangat identik dengan Kota Bogor. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan pemkot, selain identik dengan Kota Hujan, KRB berada di top survei kedua. Bahkan, keberadaan KRB tidak saja sebagai halaman depan Kota Bogor. Tetapi, sekaligus juga sebagai halaman tengah. Sebab, berfungsi pula sebagai paru-paru Kota Bogor.

“Warga Kota Bogor tidak bisa membayangkan apa jadinya jika Kota Bogor tidak memiliki KRB. Apa jadinya Kota Bogor tanpa ada hutan kota KRB. Maka tidak heran jika setiap harinya KRB termasuk kawasan sekitar KRB dan Istana Bogor selalu dipenuhi ribuan warga Kota Bogor dan bahkan dari luar Bogor,” papar Bima.

Sementara, Kepala Pusat Konservasi Tumbuhan (PKT) KRB Didik Widyatmoko mengatakan, memasuki usia dua abad KRB, pihaknya mengaku mendapat tantangan lebih besar. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi harus diterapkan, sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat sekitar.

“Seperti pemanfaatan teknologi biologi molekuler untuk menjaga tumbuhan yang telah dieksplorasi tim peneliti Kebun Raya Bogor-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) selama ini. Sekarang tantangannya lebih besar, adalah bagaimana memanfaatkan secara lestari tanpa harus merusak habitat tumbuhan. Ya, dengan penerapan teknologi,” jelas Didik.

Sambung Didik peran KRB saat ini lebih luas. KRB menjadi induk bagi pengembangan kebun raya di daerah lain. Perannya pun menjadi signifikan dalam memperbaiki kualitas lingkungan di Indonesia.

Bahkan, keberadaan KRB dari waktu ke waktu penting bagi benteng terakhir penyelamatan flora di negeri ini. “Kini, dengan usia yang sudah matang, Kebun Raya Bogor pun akan terus berkomitmen menjadi benteng konservasi di Indonesia,” tandasnya

(radar bogor/wil/c)

0 Komentar