Tolak Gugatan, MK Putuskan Quick Count Rilis Pukul 15.00 WIB
Sumber Foto : Indonesia Inside |
Mengenai gugatan waktu untuk publikasi hasil hitung cepat pemilu yang diatur dalam UU 7/2017 tentang Pemilu, hal tersebut ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).
MK menegaskan bahwa untuk waktu publikasi hitung cepat tetap harus dibatasi dua jam setelah waktu penghitungan suara di Indonesia bagian barat.
“Mengadili, menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” jelas Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan di ruang sidang MK, Jakarta, pada hari, Selasa (16/4/2019).
Dimana aturan ini sebelumnya digugat oleh Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI).
Para pemohon merasa keberatan dengan ketentuan atas pasal 449 ayat (2) yang mengatur larangan pengumuman hasil survei di masa tenang dan pasal (5) dan (6) tentang penghitungan cepat pemilu hanya boleh dilakukan paling cepat dua jam setelah pemungutan suara selesai di wilayah Indonesia bagian barat. Bagi pihak yang melanggar ketentuan tersebut maka akan dikenai hukuman pidana.
Dalam pertimbangannya, hakim jelas menyatakan bahwa mengumumkan hasil survei di masa tenang sama dengan membenarkan kampanye pada masa tenang.
“Apabila hal ini dibiarkan maka kondisi tersebut akan mempengaruhi kemurnian suara rakyat sehingga tidak terwujud suatu pemilu yang jujur dan adil,” jelas hakim.
Pembatasan waktu pengumuman hasil hitung cepat dalam waktu dua jam setelah penghitungan suara di Indonesia bagian barat dinilai oleh hakim tetap diperlukan untuk menjaga kemurnian hasil suara rakyat.
Hal tersebut dipengaruhi adanya perbedaan tiga zona waktu yang ada di Indonesia. Menurut hakim, tidak menutup kemungkinan pengumuman hitung cepat di Indonesia bagian timur sudah diumumkan ketika proses pemungutan suara di Indonesia bagian barat belum selesai.
“Karena kemajuan teknologi dan informasi, hasil hitung cepat bisa dengan mudah disiarkan sehingga bisa berpotensi mempengaruhi pilihan sebagian pemilih dengan motivasi psikologis yang menjadi bagian dari pemenang pemilu,” ungkap hakim.
Selain juga dapat mempengaruhi kemurnian suara, pembatasan waktu pengumuman hitung cepat dilakukan terlebih apabila ada sinyalemen surveyor dibayar oleh kontestan pemilu dan hal ini tidak independen.
Hakim menilai hitung cepat adalah bentuk partisipasi masyarakat yang belum tentu akurat hasilnya karenanya masih ada rentang kesalahan atau margin of error.
Hakim menyampaikan jika keputusan menunda pengumuman hitung cepat hingga dua jam setelah pemungutan suara tidak berarti harus menghilangkan hak konstitusi atas informasi karena hal tersebut sifatnya hanya menunda dalam waktu beberapa jam saja.
Secara metodologi hitung cepat dinilai bukan model yang sepenuhnya akurat berhasil karena masih rentan adanya kesalahan.
Hakim juga menolak untuk gugatan pemohon mengenai ketentuan pidana bagi pihak yang melanggar aturan tersebut. Menurut hakim, ketentuan pidana yang sudah diatur dalam pasal 449 ayat (6) telah sesuai dan tidak bertentangan dengan aturan yaitu UUD 1945.
Gugatan sebelumnya diajukan pihak AROPI yang takut apabila terkait pembatasan waktu pengumuman hasil hitung cepat. Aturan nanti dinilai berpotensi menimbulkan informasi yang tidak terkontrol terkait hasil pemilu.
Selain pihak AROPI, gugatan serupa juga diajukan sejumlah media pertelevisian seperti PT Televisi Transformasi Indonesia (TransTV), PT Media Televisi Indonesia, PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI), PT Lativi Mediakarya (TVOne), PT Indosiar Visual Mandiri (Indosiar), PT Indikator Politik Indonesia, dan PT Cyrus Nusantara. Sebagai bentuk ungkapan hak siar mengenai hasil cepat pemilihan Presiden 2019 ini.
Hal tersebut jelas sudah diputuskan oleh hakim, agar semua hasil survey mengenai perhitungan cepat baik yang dilakukan oleh Tim Survey tertunjuk maupun yang independen terbukti sah dan sesuai dengan aturan.
0 Komentar