Bogor Darurat Narkoba, 98 Ribuan Warga Konsumsi Barang Haram!

Sumber Foto: Radar Bogor

Berita mengejutkan datang dari kota hujan, dikarenakan saat ini Bogor bisa dikatakan darurat narkoba.

Berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) Bogor, jumlah pengguna narkoba saat ini sudah mencapai 98.600 orang. Angka yang cukup fantastis dan tidak bisa dikatakan sedikit.

Jumlah itu berdasarkan angka dari prevalensi secara nasional dari total jumlah penduduk Bogor.

Kasi Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat di BNNK Bogor, Rika Indriati menjelaskan dari ribuan pengguna zat adiktif tersebut, ada 262 pengguna yang sudah mendapatkan assessment dan sejumlah 107 orang masih dilakukan rehabilitasi.

“Kami melakukan asssessment terhadap residen kemudian di rujuk pada komponen masyarakat untuk dilakukan rehabilitasi dengan cara rawat inap,” jelas Rika kepada media di Bogor.

Namun, tidak semua kalangan mendapatkan penanganan dari BNNK. Yang belum mendapatkan fasilitas pelayanan secara umum yaitu mereka yang merasa sebagai pengguna, akan tetapi tidak berani untuk melaporkan dirinya untuk menjalani proses rehabilitasi atau lebih lanjut.

Dari semua pengguna yang sudah ditangani BNNK Bogor, jenis obat yang paling diminati adalah jenis sabu – sabu dan ganja.

“Setiap wilayah sebenarnya bisa menjadi titik peredaran. Khususnya yang merupakan daerah transit, pusat keramaian, dan juga wilayah perbatasan,” tegasnya.

Sebagai antisipasi dari warga yang ingin coba – coba mengguakan barang haram tersebut, BNNK lebih meningkatkan pengetahuan mengenai bahaya penyalahgunaan narkoba. Sehingga memiliki daya tahan diri untuk tidak tertarik serta memakainya.

Saat ini, BNNK Bogor juga miliki beberapa program untuk para pemakai. Diantaranya pencegahan dan pemberdayaan masyarakat serta pemberantasan juga rehabilitasi. Namun, secara spesifik, keduanya memiliki peran yang sama pentingnya.

Sementara itu, Kasat Narkoba Polresta Bogor Kota Kompol Nurjaman menjelaskan sepanjang tahun 2016 sampai 2019 pihaknya sudah menangani 507 kasus narkoba di wilayah hukum Polresta Bogor Kota. dan dari jumlah itu, 614 orang menjadi tersangka.

“Kami juga mengamankan banyak barang bukti 27.150 gram ganja, 1.744 gram sabu, 333 gram gorila, 20.879 butir obat keras dan 13.210 botol miras ilegal dari berbagai jenis,” jelasnya. 

Sampai saat ini peredaran narkoba masih merajalela di tanah air. Dimana modusnya pun beragam cara.

Di Bogor contohnya, membeli sabu layaknya mengikuti game seperti teka - teki. Memesan melalui ‘WA’, lantas mendapat ‘peta’ dari seorang ‘kuda’.

Seperti yang dialami oleh inisialAN (34). Sudah dua hari ini ia gelisah menunggu kejelasan pemesanan narkoba.

Dia mengakui jika dirinya sudah mentransfer sejumlah uang Rp600 ribu untuk membeli setengah gram sabu ke seorang bandar langganannya.

Namun ada yang berbeda dalam transaksi narkoba, khususnya jenis sabu, dimana sistem transaksi tidak lagi dilakukan dengan bertemu muka. Namun dengan menggunakan kode yang hanya diketahui oleh penjual dan pembelinya.

Sebagian kalangan milenial biasa disebut ‘cash on delivery’ (COD). Dengan sigapnya penangkapan oleh petugas kepolisian atau BNN, membuat bandar besar tidak ingin ambil risiko.

Mereka kemudian mempekerjakan seseorang untuk menjadi tangan kedua atau kurir. Baik sebagai pemegang barang juga sekaligus kurir yang kemudian mereka sebut dengan istilah ‘kuda’.

Maksud dari pemegang barang tidak lain karena tidak sedikit bandar narkoba di Bogor beroperasi di balik jeruji besi alias penjara.

Ketika sang bandar mendapatkan pesanan dari kliennya, maka dia meminta si kuda untuk menyiapkannya dan segera menyimpan sabu pesanan itu di sebuah tempat.

Kemudian si kuda membuatkan sebuah petunjuk jalan yang akan dilalui kepada si pembeli agar bisa mengambil sabu di tempat yang sudah ditentukan.

“Peta biasanya keluar setelah kami menunjukan bukti transferan. Dan umumnya bandar meminta kuda juga melampirkan foto tempat tempelan nya,” ucap AN yang juga tercatat sebagai pekerja di salah satu perusahaan swasta di Bogor tersebut.

Dengan menggunakan sebuah sistem peta seperti itu, sambung AN, risiko terjadinya penangkapan relatif lebih kecil. Kecuali memang polisi dari awal sudah melakukan pemantauan yang intensif.

“Paling jika malam sering ditanya warga sedang mencari apa, tapi kami jawab santai saja. Pura - pura dengan alasan ingin kencing atau apapun lah,” jelasnya.

Dengan kondisi status darurat narkoba, maka pihak kepolisian terus memantau peredaran narkoba mulai dari lapas sampai di lapangan. Hal ini akan dituntaskan sampai ke akar - akarnya.


0 Komentar