Ridwan Kamil Resmi Cabut PSBB Jawa Barat, Kecuali 5 Daerah Ini


Bogor, 27 Juni 2020 - Gubernur Provinsi Jawa Barat, Ridwan Kamil secara resmi mencabut status PSBB Jawa Barat, kecuali untuk daerah Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota dan Kabupaten Bekasi, serta Depok. Kelima daerah tersebut diketahui masih menerapkan PSBB Proporsional atau PSBB Transisi.

“Seluruh Jawa Barat hari ini tidak ada lagi PSBB, sudah diputuskan kita semuanya 100 persen melaksanakan AKB,” ujar Ridwan Kamil di Gedung Sate, Kota Bandung, Jumat (26/6/2020).

Keputusan dihentikannya PSBB tersebut didasarkan pada angka reproduksi virus yang terus bertahan di bawah satu selama enam minggu terakhir.

Untuk daerah Bodebek yang meliputi Kabupaten dan Kota Bogor, Kota Depok, serta Kota dan Kabupaten Bekasi, akan tetap mengikuti kebijakan PSBB Transisi yang ditetapkan oleh DKI Jakarta.

PSBB Transisi berlaku hingga 4 Juli mendatang. Daerah tersebut dikhususkan karena menjadi penyangga langsung dari Jakarta sebagai episentrum Covid-19.

“Saya juga akan ke Bogor, melakukan pengecekan di rumah ibadah, pasar, terminal atau stasiun KRL Jakarta-Bogor, untuk memastikan pengetesan terus dilanjutkan,” ungkapnya.

Ridwan pun memastikan bahwa pengetesan masif akan terus dilaksanakan, khususnya di pusat perbelanjaan seperti pasar, kemudian tempat pariwisata, dan titik berangkat-kedatangan transportasi antardaerah.

Sementara itu, Ketua IDI Jabar, Eka Mulyana mengatakan, walau pengembangan vaksin dan obat untuk Covid-19 sudah mulai terlihat progresnya, itu bukan jaminan untuk melonggarkan kewaspadaan.

“Tugas kami tenaga medis perlu waspada, ya karena pandemi masih berlangsung, artinya transmisi penularan masih berlangsung juga,” ucapnya, Jumat (26/6/2020).

“Kami tenaga medis, mau sekarang rendah, besok tinggi, tingkat kewaspadaan harus tetap tinggi,” lanjutnya.

Menurutnya, penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini berbeda dari penyakit lainnya karena secara visual, gejala Covid-19 tidak kasat mata.

“Kalau Covid-19 ini terlihat seperti orang sehat saja, dia bisa ke pusat perbelanjaan, ke tempat lainnya, tapi masih ada potensi menularkan,” ujar Eka.

IDI memberikan masukan, salah satunya dengan memperkuat sosialisasi dengan merangkul tokoh masyarakat. Lalu, ulama atau opinion leader untuk menyampaikan kewajiban mematuhi protokol kesehatan dan memeriksakan diri, khususnya di daerah-daerah yang tak terjangkau.

Terkait siap atau tidaknya menerapkan new normal atau AKB, Eka menilai ada beberapa aspek yang menjadi pertimbangan pemerintah untuk menerapkan status tersebut.

“Siap atau tidak siap harus siap, ini sudah jadi keputusan pemerintah. Artinya, pemerintah mengambil keputusan ini kelihatannya dari dua aspek, pertama dari darurat kesehatan dan kedua dari aspek ekonomi,” pungkasnya.

Editor: Rinala Nabila

0 Komentar