Pelajar Bogor Bolos Daring 5 Bulan Karena Tak Miliki Ponsel dan Laptop

Bogor, 27 Agustus 2020 - Pembelajaran secara daring sudah berlangsung lebih dari lima bulan hingga kini. Kendala masih dialami oleh banyak siswa.salah satunya adalah beberapa siswa di Kota Bogor. Persoalan yang dihadapi tentu terkait dengan sarana pembelajaran di rumah, yakni perangkat dan juga kuota data. Hal ini ternyata sudah berlangsung lama dan belum ada solusi berarti yang dapat membantu mereka untuk dapat belajar secara maksimal. 

Orang Tua Tak Punya Ponsel, Siswa SMP 10 Kota Bogor Menumpang Belajar 

Salah satu pelajar yang mengalami hambatan adalah Hari Laksono. Saat ini, ia tercatat sebagai siswa yang duduk di kelas IX, di SMP 10 Kota Bogor. Ia adalah salah satu dari begitu banyaknya siswa yang saat ini mengalami kendala dalam pembelajaran metode daring. 

Hari yang sangat rajin ini memiliki kendala yang sangat vital, karena ia tidak memiliki ponsel. Ia tidak dapat mengikuti materi dari guru. Padahal, ponsel atau laptop adalah media utama pembelajaran secara daring yang menjadi sangat krusial selama pandemi ini. 

Karena ia berasal dari keluarga tidak mampu, ia pun tidak memaksa orang tuanya untuk membelikan gawai. Apalagi orang tuanya pun tidak memilikinya. Dan ia juga tidak ingin memberatkan kedua orang tuanya. Karena itulah, ia memiliki inisiatif sendiri untuk tidak ketinggalan pelajaran, dan juga tidak dianggap alpa atau tidak punya niatan belajar. 

Inisiatif yang dilakukan Hari adalah mendatangi rumah teman-temannya yang memiliki gawai. Ia menanyakan tugas-tugas apa yang harus dikerjakan. Setelah mencatat semua pekerjaan tersebut, ia kemudian mengerjakannya. Tentu, karena keterbatasan biaya pula maka ia mendatangi rumah teman-temannya tidak setiap hari, melainkan dua kali dalam sepekan. Setelah semua tugas ia kerjakan, maka ia pun mendatangi sekolah untuk menyerahkan tugas-tugasnya, seminggu sekali. 

Siswa Sebenarnya Sangat Ingin Sekolah

Hari tidak sendirian. Jutaan murid di Indonesia mengalami hal serupa. Terutama mereka yang berasal dari keluarga dengan perekonomian menengah ke bawah. Selain mereka terhambat masalah proses pembelajaran daring, mereka juga merindukan suasana di sekolah bersama teman-teman. Pada dasarnya, siswa sekolah memang semakin semangat belajar saat bersama dengan rekan sebayanya. Hal ini juga dikatakan oleh Hari. 

Ia mengaku sangat senang jika ia kembali bersekolah, bertemu teman dan guru. Ia merindukan teman, dan juga para guru yang dapat membimbingnya secara langsung. Ia cukup kesulitan dalam memahami pelajaran, karena tidak ada bimbingan guru,  Kesulitan tersebut bertambah saat ia akan menghadapi ujian semester. Ia tidak dapat mempelajari materi yang diberikan secara maksimal, karena ia tidak dapat bertanya langsung kepada guru bidang studi yang bersangkutan.

30% Siswa Tidak Dapat Ikut Pembelajaran

Hal ini juga diakui oleh salah satu guru di SMP 10 Kota Bogor yaitu Ahmad Subagio. Ia juga merasa prihatin dimana hanya 70% siswa yang dapat mengikuti pembelajaran secara daring, dengan menggunakan aplikasi Zoom dan Google Classroom. Ia tidak menampik bahwa murid-murid yang tidak dapat mengikuti kegiatan belajar daring memiliki keterbatasan kuota, karena orang tua mereka tidak mampu untuk terus menerus membeli kuota.

Harapan Ahmad dan guru-guru lainnya di Indonesia, terutama di sekolah yang murid-muridnya mengalami keterbatasan ekonomi, adalah perhatian pemerintah, terutama Dinas Pendidikan. Ia berharap ada kebijakan baru, terkait dengan proses pembelajaran yang efektif.  Hal ini dikarenakan metode pembelajaran secara daring pun masih terkendala dengan waktu dan materi yang terbatas bagi para siswa dan guru untuk saling berinteraksi.

Editor: Shara Nurrahmi

0 Komentar