Lawan Pemkab Bogor, Sentul City Tetap Gusur Paksa Rumah Warga


Penggusuran paksa di lahan sengketa antara PT Sentul City Tbk dengan Warga Bojong Koneng, Bogor diketahui masih berlanjut. Sentul City berdalih penggusuran hanya dilakukan kepada warga pendatang.
Sejumlah pekerja yang dikerahkan oleh Subkontraktor Sentul City didapati masih membuka lahan yang berada di Desa Bojong Koneng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (4/10) Siang.

Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com di lokasi, setidaknya ada empat alat berat jenis ekskavator dan dua alat berat jenis buldozer yang sedang melakukan pembukaan lahan di atas tanah sengketa itu. Sejumlah massa juga didapati berjaga di bibir jalan, tidak jauh dari lokasi pembukaan lahan tersebut.

Ketua RT02/RW11 Desa Bojong Koneng, Hazarul Hazwar mengatakan upaya penggusuran memang masih kerap dilakukan oleh Sentul City di atas lahan yang sedang dalam proses sengketa.

Upaya penggusuran terbaru, menurutnya dilakukan di atas tanah milik warga bernama Sudianto dengan luas tanah sekitar 6 hektar. Langkah penggusuran ini yang lantas memantik emosi warga setempat hingga berujung pada perusakan kantor Desa Bojong Koneng, pada Sabtu (2/10) Siang.

"Itu spontanitas warga karena coba minta perlindungan dari desa agar kegiatan penggusuran dihentikan namun tidak ada respon," jelasnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (4/10).

Hazarul juga menampik akan adanya upaya komunikasi yang dilakukan oleh Sentul City sebelum melakukan penggusuran. Menurutnya, dalam setiap upaya penggusuran yang dilakukan, pihak Sentul City hanya menaruh sejumlah massa guna mengamankan kegiatan tersebut.

Senada, Tim Kuasa Hukum Koalisi Warga Bojong Koneng Nafirdo Ricky juga menyatakan tidak ada upaya komunikasi yang dilakukan oleh Sentul City dalam proses penggusuran paksa.

Firdo mengatakan selama ini pihaknya selalu berupaya membuka komunikasi dengan Sentul City. Namun menurutnya, langkah tersebut justru tidak direspons pihak Sentul City.

"Mereka ujug-ujug selalu begitu. Selalu eksekusi di lapangan dengan jumlah orang yang semakin banyak," katanya.

Langkah ini diketahui kontras dengan surat dari Pemerintah Kabupaten Bogor yang meminta Sentul City untuk menghentikan penggusuran paksa di lahan sengketa di Kecamatan Babakan Madang.

Sebelumnya, Ketua Bidang Pertanahan Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Bogor Eko Mujiarto mengaku, pihaknya juga telah meminta agar Sentul City dapat mengedepankan upaya musyawarah kepada warga setempat dalam proses pembebasan lahan miliknya tersebut.

Hal tersebut diminta oleh Pemkab agar konflik di lapangan antara Sentul City dengan Warga Desa Bojong Koneng tidak lagi terulang.

"Kita mengimbau kepada pihak Sentul City untuk lebih mengedepankan musyawarah mufakat di lapangan. Jangan sampai terjadi bentrok di lapangan seperti kemarin," ujarnya kepada wartawan, Jumat (1/10) lalu.

Apabila upaya musyawarah tersebut masih tidak membuahkan hasil, Eko juga meminta agar seluruh pihak yang terlibat di dalamnya dapat menempuh jalur hukum. Selain itu, ia berharap agar kasus sengketa lahan tersebut dapat diselesaikan dengan keputusan hukum yang berkekuatan tetap.

"Kalau misalkan secara musyawarah tidak ditemukan titik temu maka ada jalur hukum yang bisa menyelesaikan masalah itu," ujarnya.

Dalam proses penggusuran, Eko mengatakan, pihaknya juga telah meminta agar Sentul City tidak melakukannya sendirian. Ia mendesak Sentul City turut berkoordinasi dengan Pemkab Bogor dalam proses pembongkaran dan penertiban di atas lahan yang diklaim.

Dihubungi terpisah, Head of Corporate Communication Sentul City David Rizar Nugroho mengakui bahwasanya pihaknya memang telah mendapatkan surat permintaan tersebut dari Pemkab Bogor.
Kendati demikian, dirinya tidak menjelaskan secara gamblang alasan Sentul City tetap melakukan penggusuran di lahan sengketa meskipun sudah mendapatkan surat tersebut.

David berdalih bahwa pihaknya tidak membuldozer rumah warga asli Bojong Koneng, melainkan 'warga pendatang' yang menguasai tanah garapan dari mafia tanah. Menurut dia, yang dikejar pihaknya selama ini adalah pihak pendatang tersebut yang kemudian mendirikan bangunan liar di atas tanah milik Sentul City.

"Kami tegaskan bahwa kami tidak membuldozer rumah warga asli Bojong Koneng, yang kami kejar adalah warga pendatang yang menguasai tanah garapan dari mafia tanah dan mereka mendirikan bangunan liar di atas tanah kami," jelasnya kepada CNNIndonesia.com.

Padahal dalam surat yang dilayangkan oleh Pemkab Bogor, permintaan penghentian penggusuran paksa ditujukan pada seluruh lahan yang saat ini berada dalam status sengketa.

Lebih lanjut, Ia mengatakan bahwa penataan lahan di Kampung Gunung Batu Kidul, Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor juga sudah melalui koordinasi pengurus RT, RW, dan perangkat desa setempat.

Dia pun mengklaim mendapatkan dukungan warga kampung setempat. Karenanya, David mengaku heran dengan penolakan yang datang dari warga kampung yang disinyalir berasal dari oknum warga Gunung Batu Babakan.

"Di mana kami bahkan belum sama sekali melakukan pengukuran tapal batas dalam rangka penataan lahan milik kami di kampung tersebut. Ada apa ini? Harus diusut tuntas," imbuhnya.

Sementara itu Nafirdo mengatakan, klaim penggusuran dari Sentul City yang hanya dilakukan kepada warga pendatang juga tidak dapat dijadikan pembenaran.

Pasalnya dengan status lahan yang sedang dipersengketakan, maka segala perbuatan yang dilakukan di atas tanah tersebut harus menunggu keputusan hukum yang berkekuatan tetap.

"Karena sekarang kan statusnya sedang aquo status sengketa nih antara warga dan Sentul. Harus diperjelas dulu mana dasar Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang mereka klaim, tunjukkan ke kami, kami juga akan tunjukkan dasar hukum kami," ujarnya.

Kepemilikan lahan di Desa Bojong Koneng, Kabupaten Bogor saat ini dalam sengketa.

Sentul mengaku pihaknya merupakan pemilik sah atas lahan yang berada di Desa Bojong Koneng. Klaim tersebut berdasarkan SHGB untuk tanah di Desa Bojong Koneng dengan nomor 2411 dan 2412 yang diterbitkan Pemkab Bogor pada 1994.

David mengatakan proses penerbitan SHGB pun telah dilakukan secara legal serta sesuai aturan dan hukum yang berlaku.

Sementara itu, warga Desa Bojong Koneng termasuk Rocky Gerung, mengklaim sebagai pemilik sah lahan tersebut berdasarkan penguasaan lahan secara fisik dan surat pernyataan oper alih garapan.

Terbaru, sejumlah warga Desa Bojong Koneng dikabarkan meminta perlindungan kepada aparat desa guna menghentikan penggusuran paksa yang dilakukan oleh Sentul City pada Sabtu (2/10) siang.

Namun, aparat desa setempat justru kabur ketika dimintai bantuan. Hal tersebut kemudian diduga menyulut emosi warga yang berujung pada perusakan sejumlah fasilitas kantor Pemerintah Desa.

Sumber: CNN Indonesia

0 Komentar