Peristiwa memilukan kembali terjadi di ruas jalan Kabupaten Bogor. Kali ini, tiga remaja terlibat kecelakaan lalu lintas di wilayah Rumpin, yang mengakibatkan dua orang tewas di tempat dan satu lainnya mengalami luka-luka. Insiden ini menyisakan luka mendalam, sekaligus jadi pengingat pentingnya keselamatan berlalu lintas, terlebih bagi pengendara usia muda.
Peristiwa kecelakaan ini terjadi pada Sabtu malam, 15 Juni 2025, di Jalan Prada Samlawi, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor. Menurut keterangan resmi dari Kanit Gakkum Satlantas Polres Bogor, Ipda Ferdhyan Mulya, sepeda motor yang dikendarai oleh DM (13) dengan dua temannya, MHB (13) dan ZH (14), melaju dari arah Cicangkal menuju Rumpin.
"Motor Yamaha Mio bergerak dari arah Cicangkal menuju arah Rumpin," kata Ferdhyan pada Minggu (15/6/2025).
Dari penelusuran awal, motor yang dikendarai oleh ketiganya diduga melaju dengan kecepatan cukup tinggi. Namun sayangnya, saat tiba di titik lokasi, tepatnya di ruas yang sedikit menurun, sepeda motor itu menabrak bagian belakang kanan kendaraan Mitsubishi Colt Diesel yang sedang berhenti.
"Sehingga terjadi kecelakaan lalu lintas," tutur Ferdhyan.
Truk yang mereka tabrak ternyata sedang dalam kondisi darurat. Sopirnya menghentikan kendaraan di sisi kiri badan jalan karena mengalami kerusakan pada sistem radiator. Tanpa adanya tanda peringatan atau pengaman yang cukup mencolok, kecelakaan pun tak terhindarkan. Ini menyoroti betapa pentingnya keselamatan pasif di jalan raya, termasuk penggunaan segitiga pengaman dan lampu hazard saat kendaraan mogok.
Sontak, kejadian ini mengundang perhatian warga sekitar. Beberapa saksi mata mengaku mendengar suara benturan keras sebelum akhirnya melihat ketiga remaja tergeletak di aspal. Warga yang berada di sekitar lokasi segera memberikan pertolongan pertama, namun nyawa dua dari mereka tak tertolong.
Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa DM dan MHB dinyatakan meninggal dunia di lokasi. Sementara ZH mengalami luka-luka dan segera dilarikan ke rumah sakit terdekat untuk mendapat penanganan medis. Suasana duka menyelimuti keluarga korban yang masih duduk di bangku SMP tersebut. Usia yang seharusnya dipenuhi cita-cita, justru berakhir di jalan raya yang ganas.
Fenomena pengendara anak di bawah umur seperti ini memang bukan barang baru di Kabupaten Bogor. Di berbagai kecamatan, masih sering ditemui remaja tanggung yang bebas berkendara, tanpa helm, SIM, bahkan tanpa pemahaman dasar soal etika lalu lintas. Kasus tragis di Rumpin menjadi cermin keras bahwa masalah ini tidak bisa lagi dianggap sepele.
Ferdhyan menegaskan, pihaknya masih melakukan penyelidikan lebih lanjut. Termasuk mendalami apakah kendaraan truk sudah sesuai prosedur dalam melakukan pemberhentian darurat, serta mengecek kondisi jalan dan penerangan di sekitar lokasi kejadian. Namun yang tak kalah penting adalah pertanyaan besar: mengapa anak usia 13 dan 14 tahun bisa mengendarai motor tanpa pengawasan?
Sayangnya, pengawasan orang tua kadang longgar, sementara tekanan sosial dari lingkungan sebaya begitu kuat. Dalam beberapa kasus, remaja bahkan merasa "keren" saat bisa mengendarai kendaraan sendiri, padahal risikonya sangat tinggi.
Masalah lain yang juga muncul adalah minimnya sarana transportasi aman dan terjangkau di pinggiran Bogor. Di kawasan seperti Rumpin, angkutan umum tidak selalu tersedia setiap waktu, sehingga banyak warga – termasuk remaja – memilih menggunakan motor walau belum memenuhi syarat legal berkendara.
Pengamat transportasi dari Universitas Pakuan, Denny Sutisna, mengungkapkan bahwa perlu ada pendekatan sistematis antara kepolisian, sekolah, dan pemerintah desa. Menurutnya, kampanye keselamatan lalu lintas tak cukup dilakukan sesekali. Harus ada sistem edukasi yang dimulai sejak dini dan berkelanjutan.
"Kita tak bisa berharap anak-anak memahami bahaya jika mereka tidak diberi contoh dan tidak disediakan alternatif transportasi yang memadai," ujar Denny.
Selain pendekatan edukasi, kontrol keluarga dan lingkungan juga jadi kunci. Para orang tua perlu mengerti bahwa memberikan motor pada anak usia belasan bukanlah bentuk kasih sayang, tapi bisa jadi awal bencana. Pengawasan melekat dan komunikasi terbuka bisa menjadi rem yang ampuh sebelum anak memacu motornya tanpa arah dan tujuan jelas.
Sementara itu, pihak Satlantas Polres Bogor mengaku akan terus menggencarkan razia kendaraan, khususnya yang dikendarai oleh pelajar di bawah umur. Tak hanya di jalan besar, razia juga akan menyasar jalur-jalur perkampungan yang kerap dijadikan “jalur alternatif” oleh para pengendara muda.
Bahkan, beberapa sekolah di Bogor kini mulai berinisiatif memasukkan materi keselamatan berkendara dalam kegiatan ekstrakurikuler. Langkah kecil ini diharapkan bisa menjadi awal perubahan budaya berlalu lintas dari bawah.
0Komentar