TSd7TUO5TfC6BUM8BUr0BSz0
Light Dark
DPRD Kota Bogor Siap Genjot Ekonomi Kreatif untuk Tambah PAD

DPRD Kota Bogor Siap Genjot Ekonomi Kreatif untuk Tambah PAD

Daftar Isi
×


DPRD Kota Bogor tampaknya mulai sadar betul bahwa ekonomi kreatif bukan cuma soal kuliner atau UMKM lucu-lucuan di akhir pekan. Mereka kini sedang serius menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perlindungan dan Pengembangan Ekonomi Kreatif demi memaksimalkan potensi dan menambah pundi-pundi pendapatan asli daerah (PAD).

Raperda Ekonomi Kreatif Disiapkan Demi Aturan yang Lebih Berpihak

Ketua Panitia Khusus (Pansus) Raperda Ekonomi Kreatif, Karina Soerbakti, menjelaskan bahwa langkah awal mereka adalah melakukan studi banding ke Jawa Barat dan Kota Bandung. Tujuannya? Untuk melihat bagaimana kota dan provinsi tetangga itu mengatur dan mengembangkan sektor ekonomi kreatifnya yang sudah lebih dulu moncer.

"Kita baru saja studi banding dengan Pemprov Jabar dan Kota Bandung untuk mengkomparasi perda-perda di sana, melihat apa saja yang bisa diimplementasikan di Kota Bogor," katanya.

Bandung yang dikenal sebagai kota penuh ide, ternyata menjadikan sektor gim sebagai penyumbang PAD terbesar. Hal ini tentu menjadi tamparan halus sekaligus inspirasi buat Kota Bogor. Bayangkan, bukan cuma fashion, sektor digital seperti pengembangan gim bisa menyumbang sampai Rp15 miliar.

"Misalnya di Kota Bandung, kontributor terbesar dari ekonomi kreatifnya itu di sektor games, bukan hanya fashion. Sektor ini menyumbang hingga Rp15 miliar untuk PAD mereka. Sementara di Kota Bogor, yang terlihat menonjol baru sektor makanan," ujar Karina.

Ekonomi Kreatif Bukan Lagi Cadangan, Tapi Ujung Tombak Baru

Bogor memang terkenal dengan jajanan dan produk kulinernya. Tapi jika hanya mengandalkan makanan, peluang besar di subsektor lain bisa terabaikan begitu saja. DPRD pun menyadari pentingnya memetakan semua potensi ekonomi kreatif, termasuk subsektor berbasis digital, desain, seni pertunjukan, bahkan aplikasi teknologi.

Karina Soerbakti menyebut, saat ini waktunya untuk menyusun kebijakan yang benar-benar berpihak pada pelaku ekonomi kreatif. Artinya, bukan sekadar regulasi yang normatif, tetapi benar-benar memberikan kemudahan dalam proses perizinan, pembiayaan, akses promosi, dan pembinaan.

"Saya percaya di negara-negara maju, ekonomi kreatifnya juga harus maju. Jadi potensi ini harus digali, disosialisasikan, dan digerakkan. Tujuan dari Perda ini untuk menata dan memberikan kemudahan bagi para pelaku ekonomi kreatif di Kota Bogor," katanya.

Menurut Karina, Raperda ini adalah inisiatif DPRD, bukan sekadar titipan birokrasi. Artinya, ada niat besar untuk membawa perubahan nyata, terutama dalam mendorong diversifikasi sektor penghasil PAD. Bogor tidak bisa terus bergantung pada sektor klasik seperti retribusi pasar, parkir, atau perizinan biasa.

"Ekonomi kreatif bisa menjadi subsektor baru yang potensial untuk menambah pemasukan daerah. Melihat kondisi sekarang, pengembangannya perlu ditingkatkan, apalagi jika dibandingkan dengan daerah lain yang sudah sangat maju dalam sektor ini, sehingga di Kota Bogor sektor ekonomi kreatif harus dimaksimalkan kedepannya," ujarnya.

Langkah selanjutnya dari DPRD adalah menggelar rapat kerja dengan OPD (Organisasi Perangkat Daerah) terkait, termasuk Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, untuk mengumpulkan data konkret. Mana subsektor yang paling aktif? Apa yang dibutuhkan pelaku industri kreatif agar lebih berkembang? Semua itu akan jadi dasar menyusun isi Raperda.

Dalam waktu dekat, pembahasan draf Raperda akan dimulai. Targetnya adalah bukan hanya membuat aturan, tapi menciptakan iklim yang kondusif agar ide-ide kreatif bisa tumbuh jadi industri yang sehat. Di tengah era digital, kreativitas adalah modal yang nilainya bisa jauh melebihi aset fisik.

DPRD juga berharap bahwa penyusunan perda ini bisa melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk komunitas kreatif lokal. Bukan tidak mungkin, ke depan Bogor bisa punya ekosistem kreatif seperti di Bandung atau Yogyakarta, lengkap dengan event rutin, co-working space, hingga insentif untuk startup.

Jadi, kalau selama ini sektor kreatif di Bogor cuma jadi pelengkap agenda festival, ke depan justru bisa jadi pemain utama. Yang dibutuhkan cuma keberanian regulasi dan komitmen politik anggaran. Raperda ini bisa jadi kunci pembuka pintu baru ekonomi Kota Hujan.

Dan siapa tahu, dari kota yang terkenal dengan talas ini, lahir pula studio gim berskala internasional atau rumah produksi film pendek yang viral se-Asia. Karena kadang, yang dibutuhkan hanyalah satu kebijakan tepat untuk mengubah wajah ekonomi sebuah kota.

0Komentar