TSd7TUO5TfC6BUM8BUr0BSz0
Light Dark
Kasus Diabetes di Kota Bogor Terus Naik, Ini Penyebab dan Ancaman Komplikasinya

Kasus Diabetes di Kota Bogor Terus Naik, Ini Penyebab dan Ancaman Komplikasinya

Daftar Isi
×


Jumlah warga Kota Bogor yang mengidap diabetes melitus (DM) terus menunjukkan tren peningkatan. Bukan sekadar angka statistik, penyakit ini menyimpan potensi komplikasi serius yang bisa memengaruhi kualitas hidup para penderita. Mulai dari masalah kronis hingga infeksi seperti bisul yang sulit sembuh pun bisa terjadi.

Menurut data terbaru dari Dinas Kesehatan Kota Bogor, lonjakan jumlah kasus DM sangat signifikan dalam tiga tahun terakhir. Pada 2022, tercatat ada 17.670 kasus. Tahun 2023 melonjak menjadi 21.297 kasus. Dan pada 2024, angkanya kembali naik menjadi 21.877 kasus.

Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Bogor, Erna Nuraena, menyampaikan bahwa peningkatan ini tak bisa dipandang sebelah mata. “Peningkatan ini selain disebabkan oleh faktor gaya hidup, lingkungan, dan genetik, juga karena deteksi dini yang dilakukan secara masif oleh Puskesmas dan Dinkes,” ujar Erna kepada tim media, Sabtu (28/6/2025).

Diabetes melitus bukan hanya soal kadar gula darah yang tinggi. Jika tak dikelola dengan baik, kondisi ini bisa menimbulkan komplikasi serius seperti gangguan penglihatan, kerusakan saraf, penyakit jantung, hingga gagal ginjal. Bahkan, luka kecil pun bisa berkembang jadi abses atau infeksi yang sulit sembuh.

Erna menambahkan bahwa peran deteksi dini sangat krusial dalam menangani diabetes. Berkat pemeriksaan rutin yang dilakukan di puskesmas, banyak warga yang dulu tak sadar mengidap DM akhirnya bisa didiagnosis lebih awal dan mendapatkan penanganan yang tepat. Ini adalah langkah preventif yang penting untuk menekan komplikasi jangka panjang.

Namun di sisi lain, tingginya angka kasus juga jadi indikator bahwa gaya hidup masyarakat urban seperti Kota Bogor perlu dibenahi. Pola makan tinggi gula dan lemak, minim aktivitas fisik, serta stres berkepanjangan menjadi kombinasi sempurna yang membuka pintu bagi diabetes menyerang.

“Sebagian besar pasien DM yang kami temui mengaku sering mengonsumsi makanan cepat saji, jarang berolahraga, dan punya jam tidur yang tidak teratur,” kata seorang tenaga kesehatan dari Puskesmas Tanahsareal. Faktor-faktor tersebut, meskipun tampak sepele, ternyata sangat berkontribusi terhadap munculnya DM.

Selain itu, adanya faktor genetik juga tak bisa dikesampingkan. Mereka yang memiliki riwayat keluarga dengan diabetes, memiliki risiko lebih besar untuk mengalami hal serupa, apalagi jika tidak dibarengi dengan gaya hidup sehat. Ini sebabnya edukasi kesehatan menjadi tugas penting bagi Dinkes.

Di tengah tantangan ini, Dinas Kesehatan Kota Bogor juga aktif menggelar berbagai program edukasi kesehatan. Mulai dari penyuluhan tentang pentingnya pola makan sehat, olahraga teratur, hingga pelatihan pengelolaan stres. Semua upaya ini diharapkan bisa mendorong perubahan perilaku masyarakat secara berkelanjutan.

Kampanye kesehatan yang digerakkan oleh puskesmas pun tak kalah gencar. Di beberapa wilayah seperti Bogor Timur dan Bogor Selatan, kegiatan senam pagi, pemeriksaan gula darah gratis, hingga seminar tentang diabetes sudah menjadi agenda rutin. Kehadiran komunitas peduli DM juga memperkuat ekosistem kesadaran hidup sehat.

Menurut Erna, tantangan terbesar bukan hanya menangani pasien yang sudah terdiagnosis, tapi juga mencegah munculnya kasus baru. “Kami ingin warga sadar bahwa mencegah jauh lebih mudah dan murah dibanding mengobati. Perubahan kecil seperti rutin jalan kaki atau mengurangi konsumsi minuman manis bisa berdampak besar,” jelasnya.

Tak hanya orang tua, data Dinkes juga menunjukkan bahwa kasus DM mulai muncul pada kelompok usia produktif. Bahkan, anak muda usia 20-an pun kini mulai rentan terkena diabetes tipe 2. Ini menjadi sinyal bahwa gaya hidup modern punya konsekuensi serius yang tak boleh diabaikan.

Salah satu pasien DM berusia 28 tahun, yang enggan disebut namanya, bercerita, “Awalnya saya sering pusing, cepat haus, dan mudah lelah. Setelah dicek, ternyata gula darah saya sangat tinggi. Padahal saya pikir diabetes itu cuma buat orang tua.” Pengalaman ini jadi pelajaran berharga yang perlu diketahui lebih banyak orang.

Menjaga pola makan, rajin olahraga, dan tidak menyepelekan gejala-gejala ringan adalah kunci utama untuk menghindari diabetes. Perlu ada sinergi antara pemerintah, fasilitas kesehatan, dan kesadaran individu agar kasus DM di Kota Bogor tidak terus melonjak setiap tahun.

Dengan meningkatnya upaya deteksi dini dan kampanye edukasi, ada harapan bahwa masyarakat makin peduli dengan kesehatannya. Apalagi, di era digital seperti sekarang, akses terhadap informasi kesehatan sudah semakin mudah. Tinggal bagaimana kita memanfaatkannya secara bijak.

Karena pada akhirnya, tubuh adalah investasi jangka panjang yang tak bisa dibeli ulang. Maka menjaga gula darah tetap stabil bukan sekadar rutinitas, tapi bentuk cinta terhadap hidup itu sendiri. Jangan tunggu bisul datang baru panik—lebih baik cegah sebelum komplikasi menumpuk.

0Komentar