Jumat pagi, 11 Juli 2025, suasana Lapangan Parungpanjang di Kabupaten Bogor mendadak ramai dan penuh warna. Bukan karena festival tahunan, tapi karena kedatangan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang digelar dalam acara bertajuk Abdi Nagri Nganjung ka Warga. Warga berbondong-bondong menyambut, dan suasananya benar-benar meriah.
Warga Serbu Atribut KDM di Lapangan Parungpanjang
Yang menarik, bukan cuma sambutan warga yang luar biasa. Ada juga fenomena dagangan atribut bergambar KDM, sapaan akrab sang gubernur, yang laku keras. Mulai dari kaos bergambar wajah khas Dedi Mulyadi sampai ikat kepala ala Sunda, semua diburu tanpa ampun. Lapak-lapak pedagang pun ramai diserbu sejak pagi.
Salah satu pedagang yang menikmati berkah dari kunjungan itu adalah Nanang, pria asal Sumedang yang sudah lama menjual atribut bertema kebudayaan Sunda. “Alhamdulillah, antusiasme warga luar biasa. Sejak pagi sudah banyak yang datang membeli kaos dan ikat kepala ala KDM,” ujar Nanang saat ditemui di lokasi, Jumat pagi.
Nanang bukan pedagang musiman yang cuma muncul saat ada keramaian. Dia adalah sosok yang rutin mengikuti rangkaian acara budaya yang dihadiri Dedi Mulyadi. Bagi dia, setiap kunjungan KDM adalah peluang emas untuk meraup rezeki. Ia bahkan hafal ritme dan kebutuhan pasar lokal saat ada acara seperti ini.
Acara Budaya Jadi Peluang Ekonomi
“Kalau Pak Dedi hadir, saya pasti ikut jualan. Saya keliling Jawa Barat bawa dagangan ini,” ungkapnya. Kalimat itu mencerminkan betapa kunjungan seorang pemimpin bisa menciptakan dampak ekonomi nyata bagi masyarakat kecil, terutama pedagang kaki lima seperti Nanang. Bukan hanya soal sambutan hangat, tapi juga keberlanjutan ekonomi warga.
Harga atribut yang dijual Nanang bervariasi, menyesuaikan bahan dan model. “Lengan pendek, panjang, semua ready. Tergantung bahan dan permintaan,” tandasnya. Untuk kaos, harganya berkisar antara Rp50 ribu hingga Rp125 ribu. Tak heran jika dagangannya laris manis diburu warga yang ingin tampil kece saat menyambut sang gubernur.
Kehadiran Dedi Mulyadi di Parungpanjang jelas bukan kunjungan seremonial belaka. Di balik acara yang dikemas dalam nuansa budaya itu, ada denyut ekonomi mikro yang ikut bergerak. Para pedagang kecil, penjual makanan, hingga tukang parkir, semua turut merasakan dampak positif dari keramaian tersebut.
Di sisi lain, atribut yang diburu warga bukan sekadar fashion dadakan. Banyak warga menganggap atribut tersebut sebagai simbol kebanggaan terhadap sosok pemimpin yang mereka kagumi. Aura karismatik KDM memang sudah dikenal luas di kalangan masyarakat Jawa Barat, terutama karena gaya komunikasinya yang merakyat dan menyentuh budaya lokal.
Gaya Merakyat Dedi Mulyadi Bikin Warga Dekat
Dalam setiap kunjungannya, Dedi Mulyadi memang selalu menghadirkan nuansa berbeda. Ia bukan tipe pejabat yang berjarak dengan rakyat. Dengan gaya bicara khas Sunda, berpakaian sederhana, dan penuh canda, ia berhasil menciptakan suasana akrab yang menyentuh hati warga. Inilah yang membuat acara seperti di Parungpanjang terasa begitu hangat.
Bagi warga Parungpanjang, momen itu bukan cuma soal menyaksikan sang gubernur dari dekat, tapi juga menjadi ruang interaksi dan silaturahmi. Banyak dari mereka datang dari berbagai kampung hanya untuk bisa ikut menyambut Dedi Mulyadi. Bahkan anak-anak dan lansia pun turut hadir dengan penuh semangat.
Tak hanya simbolik, kunjungan ini juga menjadi semacam bentuk komunikasi langsung antara pemimpin daerah dan masyarakat. Melalui dialog, sambutan, dan interaksi di lapangan, suara rakyat bisa tersampaikan tanpa perlu protokol yang rumit. Di sinilah terlihat bagaimana demokrasi partisipatif bisa berjalan secara alami.
Apalagi, acara Abdi Nagri Nganjung ka Warga memang digelar untuk mendekatkan pejabat dengan rakyat secara langsung. Bukan sekadar formalitas panggung, tetapi juga menjadi panggung kecil bagi rakyat untuk didengar. Hal inilah yang terus dirawat oleh Dedi Mulyadi dalam setiap lawatannya ke daerah-daerah.
Sementara itu, para pedagang seperti Nanang melihat sisi lain dari kegiatan seperti ini. Mereka menyebut momen tersebut sebagai “hari panen”. Bahkan beberapa pedagang lain ikut nimbrung ke Parungpanjang hanya karena tahu Dedi Mulyadi akan hadir. “Kalau udah ada nama Pak Dedi, pasti rame. Dagangan selalu habis,” kata salah satu pedagang lainnya.
Secara tidak langsung, kegiatan seperti ini jadi semacam simbiosis mutualisme antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah hadir menyapa rakyat, rakyat menyambut dengan penuh suka cita, dan ekonomi lokal pun ikut bergerak. Inilah bentuk keberlanjutan yang kerap luput dari sorotan media.
Kunjungan Dedi Mulyadi ke Parungpanjang mungkin hanya berlangsung sehari, tapi kesan yang ditinggalkan bisa melekat lama di benak warga. Bukan hanya karena keramahan sang gubernur, tapi juga karena momen itu membawa keriuhan yang menggembirakan, sekaligus peluang ekonomi bagi warga sekitar.
Dan untuk pedagang seperti Nanang, kunjungan seperti ini bukan hanya tentang berjualan, tapi juga tentang menjaga semangat budaya. Lewat dagangannya, ia tak cuma mencari nafkah, tapi juga ikut melestarikan identitas Sunda yang kental. Dalam satu hari, ia menjadi saksi hidup betapa budaya dan ekonomi bisa bersatu dalam harmoni.
Jadi, kalau ada yang bilang kunjungan pejabat itu cuma seremoni doang, mungkin mereka belum mampir ke Parungpanjang. Di sini, sambutan warga, denyut ekonomi, dan aroma budaya semua berpadu jadi satu cerita yang layak diceritakan. Dan siapa tahu, di kunjungan selanjutnya, giliran daganganmu yang ludes duluan!
0Komentar