TSd7TUO5TfC6BUM8BUr0BSz0
Light Dark
RSUD Kota Bogor Terlilit Utang Rp 91,5 Miliar: Imbas Layanan Kesehatan yang Tak Tertunda

RSUD Kota Bogor Terlilit Utang Rp 91,5 Miliar: Imbas Layanan Kesehatan yang Tak Tertunda

Daftar Isi
×


Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bogor, Jawa Barat, sedang berjibaku dengan persoalan finansial yang tidak main-main. Rumah sakit ini tercatat memiliki utang hingga Rp 91,5 miliar ke sejumlah vendor. Namun, bukan tanpa upaya: mereka perlahan-lahan membayar tanggungan ini, meski beratnya tetap terasa.

Direktur RSUD Kota Bogor, Ilham Chaidir, buka suara terkait persoalan ini. Menurutnya, pihak rumah sakit tidak tinggal diam. Dari total utang yang membengkak itu, sebagian besar sudah dibayar. “Masih dalam batas pengendalian. Utang tersisa tinggal sekitar Rp 4 miliar,” kata Ilham dalam keterangannya, Senin (28/7/2025).

Menurut Ilham, rumah sakit telah melunasi Rp 87 miliar dari total utang, dan sisanya akan diselesaikan tahun ini juga. “Sisa utang Rp 4 miliar itu pembayarannya masuk ke tahun ini. Jadi BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) itu seperti roda. Kita harus menyesuaikan tata kelola keuangan,” sambungnya.

Beban Operasi Tinggi dan Pasien Non-BPJS Jadi Tantangan Serius

Utang yang menumpuk bukan tanpa sebab. Sepanjang tahun 2024, RSUD Kota Bogor harus menangani 8.000 tindakan operasi, termasuk pasien yang tidak sepenuhnya tercover BPJS Kesehatan. Ini jelas bukan angka yang kecil, apalagi jika dilihat dari segi kebutuhan anggaran dan SDM medis yang terbatas.

“Semua rumah sakit pasti punya utang. Tapi kami tegaskan masih di dalam kendali. Kenapa nilainya fantastis? Ya karena sepanjang 2024 kami total melakukan operasi hingga 8.000 tindakan,” ucap Ilham.

Dari total tindakan itu, sekitar 5.000 pasien merupakan operasi cito—artinya, tindakan medis yang harus dilakukan secepat mungkin karena kondisi pasien mendesak. Sementara itu, 3.000 pasien lainnya menjalani operasi elektif atau yang sifatnya bisa dijadwalkan.

Operasi cito bukan hanya menantang dari sisi medis, tapi juga finansial. Tidak semua layanan bisa ditanggung BPJS, dan di sinilah rumah sakit mengambil langkah subsidi untuk menutupi biaya. Ini menunjukkan dilema klasik rumah sakit pemerintah: antara idealisme layanan dan realita anggaran.

“RSUD Itu Seperti Roda”: Tantangan Tata Kelola yang Dinamis

Ilham tidak menampik bahwa rumah sakit yang dipimpinnya kerap kali harus memutar otak demi menjaga pelayanan tetap berjalan tanpa harus memotong kualitas. “Operasi cito itu sesuai dengan diagnosa pasien. Kalau pembayarannya menggunakan BPJS tidak akan nyambung. Karena itulah disubsidi oleh rumah sakit dan menjadi pengeluaran kami,” jelasnya.

Subsidi ini juga menyasar berbagai pasien dengan penyakit berat yang membutuhkan penanganan khusus dan biaya besar. “Rumah sakit ini banyak mensubsidi pasien-pasien. Mengapa? Supaya pelayanan tetap berjalan. Belum lagi pasien dengan diagnosa kanker, jantung, stroke, uro-nefrologi dan kesehatan ibu dan anak. Ini biayanya tinggi,” lanjut Ilham dengan nada serius.

Situasi semacam ini bisa dibilang sebagai potret rumah sakit daerah secara umum: jadi tumpuan masyarakat, tapi sering kali berjibaku dengan keterbatasan dana. RSUD Kota Bogor hanya salah satu contoh dari banyak fasilitas kesehatan publik yang menghadapi tekanan finansial akibat komitmennya dalam menjaga akses layanan.

Lebih ironisnya lagi, meskipun rumah sakit harus menanggung beban biaya tambahan, belum tentu mereka mendapatkan pengembalian dana yang sepadan. Hal ini menimbulkan rantai masalah: dari vendor yang menagih pembayaran, hingga ke dalam tekanan untuk tetap bisa melayani masyarakat tanpa terhambat soal biaya.

Namun jika dilihat dari kacamata yang lebih luas, kondisi ini menunjukkan pentingnya peran rumah sakit sebagai benteng terakhir layanan kesehatan publik. Meski tertatih, RSUD Kota Bogor tetap berusaha agar roda pelayanan terus berputar, bahkan dalam kondisi keuangan yang bisa dibilang rawan.

Transparansi seperti yang dilakukan Ilham juga patut diapresiasi. Di tengah situasi sulit, keterbukaan mengenai keuangan dan kebijakan subsidi menunjukkan bahwa rumah sakit ini masih memegang komitmen pelayanan kepada masyarakat, terutama yang tidak mampu.

Ke depan, akan sangat penting bagi pemerintah daerah dan pusat untuk memberikan dukungan lebih konkret. Baik itu melalui penambahan anggaran, perbaikan skema BPJS, atau kebijakan strategis lainnya yang bisa meringankan beban fasilitas kesehatan daerah.

0Komentar