Wilayah Jawa Barat kembali menjadi sorotan setelah aktivitas tektonik sesar lokal memicu gempa di Bogor pada April 2025. Gempa dengan magnitudo (M) 4,1 yang terjadi pada Kamis (10/4/2025) malam itu kembali mengingatkan masyarakat bahwa jalur patahan di sekitar Jabodetabek masih aktif dan belum benar-benar tenang.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan bahwa gempa berkekuatan Magnitudo 4,1 tersebut bukan berasal dari aktivitas vulkanis, seperti letusan gunung berapi. “Gempa ini dipicu oleh aktivitas tektonik di Sesar Citarik, salah satu sesar aktif di Jawa Barat,” ungkap BMKG dalam keterangannya.
Apa Itu Sesar Citarik?
Sesar Citarik dikenal sebagai salah satu jalur patahan paling aktif di bagian barat Pulau Jawa. Dinamakan demikian karena jalurnya sejajar dengan Sungai Citarik. Berdasarkan kajian Sidarto (2008), sesar ini sudah aktif sejak periode Miosen Tengah, sekitar 15 juta tahun lalu, dan terus bergerak hingga sekarang.
Panjang patahan ini mencapai sekitar 250 kilometer. Jalurnya membentang mulai dari pantai tenggara Teluk Palabuhanratu, melewati Gunung Salak, Bogor, Bekasi, hingga mencapai Laut Jawa. Arah pergerakan sesarnya cenderung barat daya–timur laut dengan mekanisme geser mendatar mengiri atau dikenal dengan istilah sinistral strike-slip.
Menurut para ahli, jalur panjang ini ibarat garis retakan raksasa yang terus “bernafas” di dalam kerak bumi. Meski tidak selalu menghasilkan gempa besar, aktivitasnya cukup untuk membuat masyarakat Jawa Barat perlu selalu waspada, terutama di kawasan padat penduduk seperti Bogor dan Bekasi.
Segmen Sesar Citarik yang Perlu Diketahui
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menjelaskan bahwa Sesar Citarik memiliki tiga segmen utama yang masing-masing berpotensi menimbulkan gempa. Rinciannya sebagai berikut:
-
Segmen Selatan, membentang dari Palabuhanratu menuju ke arah utara.
-
Segmen Tengah, melintasi kawasan Gunung Salak yang masih berstatus aktif.
-
Segmen Utara, terus menjulur hingga ke Bekasi dan mencapai pesisir Laut Jawa.
Setiap segmen memiliki karakteristik berbeda, namun semuanya sama-sama menyimpan energi tektonik yang dapat dilepaskan sewaktu-waktu. Inilah yang menjelaskan mengapa gempa bisa muncul di Bogor pada April lalu, meski kekuatannya terbilang sedang.
Ciri-Ciri Sesar Aktif di Permukaan
Berdasarkan penjelasan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), jalur sesar aktif umumnya dapat dikenali melalui sejumlah ciri geomorfologi di permukaan bumi. Tanda-tandanya sering kali terlihat pada bentuk topografi dan pola aliran sungai. Beberapa ciri khasnya meliputi:
-
Lembah sungai lurus yang terbentuk alami.
-
Perubahan arah aliran sungai yang mendadak.
-
Garis lurus memanjang pada permukaan tanah atau topografi.
Menariknya, ciri ini bisa dilihat secara visual di beberapa titik di Jawa Barat. Namun, aktif bukan berarti selalu berbahaya setiap saat. Meski begitu, karena melintasi kawasan urban seperti Bogor, Bekasi, bahkan hingga perbatasan Jakarta, risikonya tentu tidak bisa diabaikan begitu saja.
Pentingnya Mitigasi untuk Warga Jabodetabek
Alih-alih panik, masyarakat diimbau untuk fokus pada mitigasi dan persiapan menghadapi kemungkinan gempa. Badan Geologi Kementerian ESDM memberikan beberapa catatan penting yang perlu diperhatikan:
-
Mengenali apakah lokasi tempat tinggal berada dekat jalur sesar.
-
Memahami zona aman dan jalur evakuasi di sekitar lingkungan.
-
Mendukung tata ruang kota yang memperhitungkan risiko bencana.
-
Selalu memantau informasi resmi dari BMKG atau Badan Geologi.
Hal yang tak kalah penting adalah menjaga kewaspadaan terhadap informasi palsu. Masyarakat sering kali terjebak hoaks soal “prediksi gempa besar dalam waktu dekat”. Faktanya, hingga kini, belum ada teknologi yang mampu memprediksi dengan akurat waktu pasti gempa akan terjadi.
Menghadapi Masa Depan dengan Bijak
Para ahli geologi menilai bahwa keberadaan Sesar Citarik tidak bisa dihapus atau dihindari. Namun, yang bisa dilakukan adalah mengelola risiko dengan serius. Kesadaran publik, kesiapan infrastruktur, hingga edukasi kebencanaan menjadi modal penting agar dampak gempa tidak menimbulkan kerugian besar.
Khusus untuk kawasan padat penduduk seperti Bogor, Bekasi, dan Jakarta, tata ruang berbasis mitigasi bencana seharusnya menjadi prioritas. Bangunan tahan gempa, jalur evakuasi yang jelas, serta kesiapan masyarakat menjadi kunci penting untuk menghadapi potensi aktivitas sesar di masa depan.
Di sisi lain, kesadaran bahwa gempa adalah bagian dari dinamika alam semestinya mendorong kita untuk lebih adaptif. Indonesia berdiri di atas cincin api dunia, sehingga wajar jika aktivitas tektonik dan vulkanik menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Yang penting adalah bagaimana kita meresponsnya dengan tenang dan cerdas.
0Komentar