TSd7TUO5TfC6BUM8BUr0BSz0
Light Dark
Duka Mendalam Santri Bogor, Keluarga Tuntut Keadilan

Duka Mendalam Santri Bogor, Keluarga Tuntut Keadilan

Daftar Isi
×


Duka menyelimuti keluarga besar Fadil Ulum Hanafiz (15), santri pondok pesantren di Desa Cibanteng, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor. Kepergian remaja ini jadi perhatian publik, apalagi banyak yang menduga kematiannya terkait tindakan penganiayaan di lingkungan pesantren. Saur sepuh, kasus ini benar-benar bikin hati masyarakat panasaran.

Fadil mengembuskan napas terakhir di RSUD Ciawi, Selasa malam, 16 September 2025 pukul 21.22 WIB. Kabar tersebut langsung mengguncang warga sekitar. Banyak yang tidak menyangka, remaja penuh semangat itu harus pergi dengan cara tragis. Sementara pihak keluarga masih terus menuntut jawaban atas apa yang sebenarnya terjadi.

Kronologi yang Menggetarkan

Ayah korban, Deni, menuturkan bahwa anaknya kritis setelah dianiaya teman-teman di pesantren. Pada Kamis dini hari, 11 September 2025, Fadil dibawa ke IGD RSUD Leuwiliang dengan luka serius. Ia langsung dirawat di ICU karena kondisinya memburuk. Situasi ini membuat keluarga semakin khawatir, bagai teu ngarasakeun sare.

Karena keadaan semakin kritis, Fadil kemudian dirujuk ke RSUD Ciawi pada 14 September. Lima hari ia berjuang di ruang intensif, tetapi takdir berkata lain. Setelah melewati perawatan panjang, nyawanya tidak dapat tertolong. Kepergiannya meninggalkan luka dalam yang sulit terobati bagi keluarga.

Deni mengungkapkan luka putranya sangat parah. Ia menjelaskan, wajah Fadil hancur akibat dilempar batu ketika tidur, lalu dipukul kayu sebanyak lima kali. “Saya dikabari pihak pesantren jam delapan pagi. Saat tiba di RSUD Leuwiliang jam 10.00 WIB, anak saya sudah di ICU dalam kondisi wajah hancur,” kata Deni, Kamis 18 September 2025.

Keterangan dokter RSUD Leuwiliang juga memperkuat pernyataan itu. “Ada patah di bagian dagu, retak di pipi kiri kanan, hidung hancur, luka di jidat, serta pendarahan di kepala,” ungkap Deni dengan nada penuh pilu. Menurutnya, fakta itu menandakan kekerasan yang dialami anaknya terjadi secara brutal.

Setibanya di RSUD Ciawi, dokter juga menemukan pendarahan di lambung. Kondisi tersebut diduga akibat pemukulan berulang sebelumnya. Fakta ini kian menguatkan dugaan bahwa Fadil sudah mengalami kekerasan sebelum insiden fatal 11 September. Hingga akhirnya, luka-luka itu membuat tubuhnya tidak kuat bertahan.

Proses Hukum yang Tengah Bergulir

Keluarga korban menegaskan tidak tinggal diam. Mereka melaporkan kasus ini ke Polsek Leuwiliang dengan nomor LP.B/231/IX/2025/SPKT/JBR/POLRES BOGOR/POLSEK LEUWILIANG. Dugaan penganiayaan berat ini diproses berdasarkan Pasal 351 Ayat 2 KUHP. Langkah tersebut jadi ikhtiar keluarga untuk mendapatkan keadilan.

Deni menyebut bahwa pihak kepolisian sudah menangkap satu pelaku. Sementara itu, Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Bogor menyatakan proses penyelidikan masih berjalan. Publik pun menaruh perhatian besar, berharap kasus ini bisa diusut tuntas tanpa ada yang ditutupi.

Jenazah Fadil akhirnya dimakamkan di kampung halaman ibunya di Purbalingga, Jawa Tengah. Prosesi pemakaman berlangsung Rabu malam, 18 September 2025, sekitar pukul 22.00 WIB. Tangis haru keluarga dan warga setempat mengiringi peristirahatan terakhir sang santri muda.

“Kami sudah buat laporan ke polisi, sekarang biarkan proses hukum berjalan,” tegas Deni. Pernyataan itu menunjukkan tekad kuat keluarga untuk tetap berpegang pada jalur hukum. Mereka berharap agar keadilan bisa hadir dan menjadi pelajaran bagi semua pihak.

Kini, masyarakat menanti bagaimana aparat hukum menuntaskan kasus ini. Fadil mungkin telah pergi, namun kisah tragisnya menjadi pengingat betapa pentingnya menjaga keamanan dan keadilan di dunia pendidikan. Sebuah kisah getir yang seharusnya tak terulang lagi, karena setiap anak berhak pulang dengan senyum, bukan luka.

0Komentar