TSd7TUO5TfC6BUM8BUr0BSz0
Light Dark
“Pengkolan Jahanam” Aria Surialaga: Kemacetan Abadi yang Bikin Warga Bogor Pasrah dan Lelah

“Pengkolan Jahanam” Aria Surialaga: Kemacetan Abadi yang Bikin Warga Bogor Pasrah dan Lelah

Daftar Isi
×


Kawasan Aria Surialaga di Kota Bogor kini seperti punya “kutukan” tersendiri. Setiap pagi dan sore, wilayah ini seolah berubah jadi lautan kendaraan yang berdesakan. Warga Pancasan dan sekitarnya sudah hafal betul dengan suara klakson yang bersahut-sahutan sejak matahari baru muncul di ufuk timur.

Di sore hari, suasananya tak kalah hectic. Jalanan padat, wajah-wajah lelah, dan tatapan kosong para pengendara jadi pemandangan rutin. “Rutinitas macet” ini bahkan sudah dianggap hal biasa, meski dalam hati mereka semua sama: jenuh, kesel, tapi pasrah.

Julukan “Pengkolan Jahanam” yang Melekat

Sebagian warga dengan nada sarkas menyebut titik macet itu sebagai “pengkolan jahanam”. Nama yang terdengar lucu tapi getir, karena mencerminkan rasa frustrasi kolektif yang menahun. Jalur sempit, ditambah angkot yang suka berhenti sembarangan, bikin lalu lintas di sana jadi jorok pisan, alias semrawut sekali.

Kemacetan ini tak cuma menghambat perjalanan, tapi juga menguji kesabaran. Banyak pengendara yang akhirnya memilih diam dan pasrah, sementara sebagian lain meluapkan emosinya di media sosial. Di antara curahan hati itu, ada yang menulis dengan gaya ngegas, “Pengkolan jahanam ieu mah, di-klakson ge udah budeg angkotna, kacau gkgkgk.”

Ungkapan itu viral di beberapa grup warga Bogor dan disambut tawa getir. Humor sarkas ini seolah jadi cara paling ringan untuk bertahan di tengah stres jalanan yang tak kunjung reda. Warganet pun ramai-ramai mengomentari betapa macetnya kawasan itu, terutama saat jam berangkat dan pulang kerja.

Warga Menunggu Aksi Nyata dari Pemkot Bogor

Kritik warga di dunia maya bukan tanpa alasan. Selama bertahun-tahun, berbagai upaya penataan lalu lintas pernah dicoba, mulai dari rekayasa jalur hingga razia kendaraan. Tapi, hasilnya masih jauh dari ekspektasi. “Sakumaha oge diatur, tetep we macet,” keluh salah satu warga dengan nada pasrah.

Tak sedikit pengguna jalan mendesak Pemerintah Kota Bogor dan Dinas Perhubungan turun tangan lebih serius. Mereka berharap ada solusi konkret — mulai dari penertiban angkot yang berhenti sembarangan, pengaturan parkir, hingga penambahan petugas di titik rawan macet.

Beberapa warga bahkan mengusulkan agar dibuat jalur alternatif atau pelebaran jalan di sekitar Pancasan–Aria Surialaga. “Kalau terus begini, bisa-bisa warga makin stres tiap hari,” ujar seorang pengemudi ojek online yang setiap hari melintas di rute itu.

Permintaan itu bukan tanpa dasar. Selain soal waktu yang terbuang, kemacetan juga berdampak pada produktivitas dan kesehatan mental. Bayangkan saja, setiap hari harus terjebak di jalan yang sama, di jam yang sama, dengan suasana yang sama padatnya. Capé euy!

Warga Pancasan berharap keluhan mereka tak berhenti jadi bahan obrolan lucu di media sosial. Mereka ingin pemerintah benar-benar mendengar dan bertindak. Sebab, bagi mereka, Aria Surialaga bukan sekadar ruas jalan, melainkan urat nadi aktivitas harian ribuan orang yang menggantungkan hidup di sekitarnya.

Kemacetan di Aria Surialaga sudah jadi semacam cermin kehidupan perkotaan: penuh sabar, sedikit marah, tapi tetap jalan terus. Entah kapan titik “pengkolan jahanam” ini akan benar-benar berubah jadi “pengkolan rahayu”. Namun satu hal pasti — warga Bogor tetap berharap, meski dengan hati yang leuleus, bahwa suatu hari nanti jalan itu bisa benar-benar lancar seperti impian mereka.

Kadang, kemacetan bukan hanya soal kendaraan yang berhenti, tapi tentang harapan yang terus menunggu jalan keluar — meski di tikungan yang disebut “jahanam” sekalipun.

0Komentar