Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto menyoroti perlunya perubahan cara pandang pembangunan Bogor Raya dari model perbatasan menuju konsep aglomerasi. Ia menilai pendekatan lama sudah kolot dan tidak sanggup menjawab kompleksitas persoalan lintas wilayah yang terus berkembang di kawasan metropolitan yang dinamis.
Menurut Bima, isu seperti perkembangan ekonomi, penataan kota, transportasi, banjir, serta pengelolaan sampah tak lagi cocok diselesaikan dengan skema “borderline” antardaerah. Ia menekankan bahwa tantangan ini menuntut koordinasi lebih luas agar kebijakan tiap wilayah tidak berjalan sorangan tanpa sinkronisasi.
Tantangan Kota-Kota Jabodetabek-Punjur
“Ini bukan lagi soal batas wilayah. Ini soal aglomerasi. Semua daerah di Jabodetabek-Punjur harus melihat dirinya sebagai satu ekosistem besar,” kata Bima dalam Bogor Economic Summit (BES) 2025 di Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu. Menurutnya, cara pandang tunggal ini akan mengurangi gesekan kebijakan.
Ia menjelaskan konsep aglomerasi memungkinkan pemerintah pusat dan daerah menyusun perencanaan bersama, anggaran kolektif, hingga tata ruang terpadu. Model ini lazim dipakai negara maju yang telah lama meninggalkan pendekatan administratif sempit demi pembangunan metropolitan yang pageuh atau solid secara perencanaan.
Bima mencontohkan kawasan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang sejak awal dirancang dengan prinsip aglomerasi. Model tersebut membuat setiap sektor pembangunan saling terhubung, mulai dari infrastruktur dasar hingga pengelolaan lingkungan. Harmonisasi itu dianggap penting untuk menghadapi perubahan global yang kian cepat.
“Konsepnya bukan lagi city in the garden, tetapi city in the forest. Semuanya terintegrasi dari perencanaan hingga operasional,” ujarnya. Bima menilai pendekatan ini memberi ruang adaptasi lebih fleksibel, terutama untuk menjawab kebutuhan pembangunan jangka panjang yang berorientasi pada keberlanjutan dan efisiensi.
Pemerintah juga mempersiapkan transformasi Jakarta menjadi Daerah Khusus yang ditopang oleh pembentukan Dewan Aglomerasi. Lembaga ini akan mengoordinasikan tata kelola Jabodetabek-Punjur agar kebijakan tiap daerah tidak tumpang tindih. Mekanisme terpadu ini diharapkan menciptakan ritme kerja pemerintahan yang lebih sinkron.
Arah Baru Tata Kelola Metropolitan
Menurut Bima, Dewan Aglomerasi akan memastikan perencanaan wilayah seperti RDTR/RTRW, transportasi, energi, dan pengelolaan sampah berjalan secara sistematis. Ia mengingatkan bahwa tanpa integrasi, kawasan metropolitan terbesar di Indonesia ini bisa menghadapi risiko krisis ekologis sekaligus stagnasi ekonomi yang sulit dipulihkan.
“Kalau tidak terintegrasi, kawasan ini akan menghadapi risiko krisis ekologis dan stagnasi ekonomi,” kata dia. Pemerintah menilai ancaman itu nyata jika koordinasi lintas daerah masih sebatas wacana tanpa kebijakan yang mengikat. Karena itu, aglomerasi dipandang sebagai kerangka kerja yang harus segera dijalankan.
Bupati Bogor Rudy Susmanto juga menyatakan dukungan penuh terhadap pendekatan aglomerasi karena sesuai dengan kebutuhan percepatan pembangunan lintas wilayah. Menurutnya, daerah seperti Bogor Raya memerlukan strategi besar yang terhubung dengan wilayah penyangga lain agar permasalahan kawasan bisa terselesaikan secara tuntas dan bukan tambal sulam.
“Kami membutuhkan kebijakan yang lebih terintegrasi agar persoalan kawasan bisa diselesaikan secara tuntas,” katanya. Rudy melihat model ini bukan hanya solusi jangka pendek, tetapi juga peluang perbaikan tata ruang dan transportasi yang bisa memengaruhi kualitas hidup warga. Sinergi antardaerah menjadi kuncinya.
Ia juga menilai gagasan aglomerasi mampu membuka peluang kolaborasi luas antara Bogor Raya dan kota-kota besar di sekitarnya. Dengan begitu, pembangunan ekonomi kawasan bisa melaju lebih cepat sambil menjaga keseimbangan lingkungan. Menurutnya, pertumbuhan wilayah harus disertai tata kelola yang rapih dan futuristik.
Pemerintah pusat memastikan Bogor Economic Summit (BES) menjadi platform penting dalam menyosialisasikan arah baru tata kelola metropolitan Indonesia. Forum ini diharapkan menjadi titik temu gagasan, sekaligus ruang untuk merumuskan strategi implementasi yang lebih matang. Dengan ritme kerja kolektif, masa depan kawasan tampak lebih menjanjikan—kayak jejak tinta yang mengarah tepat pada masa depan kreatif nan penuh harapan.

0Komentar