Foto Viral Biaya Masuk Curug Bidadari di Sentul Bogor Tak Wajar


Sebuah foto yang menampilkan biaya masuk ke Curug Bidadari di kawasan Sentul, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, viral di media sosial.

Narasi di foto tersebut mengeluhkan mahalnya harga tiket masuk (HTM) beserta makanan di tempat wisata curug atau Air Terjun Bidadari.

"Curug Bidadari HTM Rp 45.000 per orang. Parkir motor Rp10.000. Duduk/naro barang di pinggir curug Rp 30.000. Pop Mie kecil Rp 15.000. Pop Mie besar Rp 25.000. Kopi susu Indocafe Rp 10.000 per gelas," tulis keterangan akun itu dalam unggahannya.

Jika ditotal, daftar biaya pengeluaran untuk berwisata di Curug Bidadari mencapai harga Rp 135.000.

Keterangan biaya di dalam foto itu langsung direspon warganet dengan keluhan yang sama berdasarkan pengalaman berkunjung ke curug bidadari.

Mereka menilai biaya yang dikeluarkan tidak sebanding dengan pemandangan air terjun yang biasa-biasa saja.

"Sebagai warga Jakarta, lebih baik saya masuk Ancol. Hutan Bakau. Atau ke Pantai PIK 2," keluh seorang warganet di akun itu.

Sejumlah warganet juga mencurahkan kekecewaan dan kekesalannya terhadap harga yang sudah tak manusiawi lagi.

"Cukup sekali saya kesitu. KUAAAPOOOOK," sesal warganet lainnya.

Tak sedikit yang mengaitkan dugaan adanya pungutan liar atau pungli selama berkunjung ke curug tersebut.

"Kapok ke sini lagi. Tmpatnya biasa aja Pungli luar biasa. Bnyk dan mhal bgt. Sampe2 pas hujan ikut brteduh pun dsuruh bayar. Viralkan nih," tulis warganet mengenai pungli.

"Wow, amazing sekarang. Duluuu banget saat baru buka, semua gratis, kecuali parkir Rp 5000," respon warganet menjelaskan pengalamannya.

"Banyak punglinya, serba bayar kalo ke sana. Mending jangan ke sana deh," ucap warganet menyarankan untuk mencari tempat wisata lain.

Hingga saat ini, foto yang diunggah di akun Facebook Wisata Alam Bogor sudah dibagikan 292 kali dan dikomentari sebanyak 1.245 warganet.

Baca juga: Wanita Hamil Dikubur di Galian Septic Tank, Kakak: Selama Siti Hilang Kami Tak Curigai Suami

Menerima informasi ini, Camat Babakan Madang Cecep Imam mengaku tidak bisa berbuat banyak mengenai laporan pungli di curug bidadari tersebut

Pasalnya, tarif biaya masuk tidak ditentukan apalagi dikelola oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor.

Cecep menegaskan, tempat wisata yang berada di kawasan Sentul ini merupakan curug sengketa karena banyak pihak yang saling mengeklaim status tanah secara legal formal.

"Tadi masyarakat teriak kemahalan, ya silakan tanya ke pengelola yang bersengketa. Makanya untuk pemungutan tarif saya kurang hafal dan memang tidak tahu sama sekali," ucapnya saat dihubungi Kompas.com, Jumat (11/6/2021) malam.

Masalah tersebut, sambung dia, sudah sejak lama dan dilatarbelakangi oleh saling klaim lahan.

Pemkab Bogor sampai saat ini hanya sebatas memediasi antar pihak yang saling klaim ketika menutup dan membuka curug tersebut.

"Diklarifikasi ketika ngomongin tarif yang menentukan bukan pemerintah, tapi mereka yang masih bersengketa, ada 8 pihak, perusahaan maupun perorangan," ungkapnya.

"Mereka yang klaim ini bagi-bagi gitu loh," tambahnya.

Meskipun demikian, Pemkab Bogor sudah beberapa kali berupaya hendak mengambil alih lahan wisata tersebut untuk dikelola dengan baik.

Masalah sengketa lahan yang sudah lama tak kunjung selesai, membuat pengambilalihan lahan tidak bisa kembali dilakukan karena statusnya tidak jelas.

"Jadi yang menentukan tarif dari zaman dahulu itu mereka, tidak ada keterlibatan Pemda tadinya Pemkab justru akan mengambil alih, karena kan statusnya nggak jelas jadi mundur kembali. Kalau dikelola sama Pemkab mungkin tarifnya akan jelas seperti tempat lainnya dengan legal yang jelas juga," jelasnya.

Oleh karena itu, wisatawan yang selama ini menjadi korban pungutan liar alangkah baiknya bisa membuat laporan ke polisi atau ke petugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli).

"Jika pun terjadi pungli aparat kepolisian ranahnya bukan kami. Ketika ada pungli di situ ya ke saber pungli," ucapnya.

Cecep berharap agar masalah Curug Bidadari segera selesai, terutama legal formal karena status tanahnya yang sampai saat ini masih disengketakan oleh masing-masing pihak.

"Nah, sekarang kenapa Pemkab tidak ikut serta karena status tanahnya tidak jelas, masih dalam sengketa, otomatis ketika nanti sudah ada pemenang, inkrah menurut hukum nanti kitapun tidak akan diam dan akan mengarahkan kepada dinas terkait yang menangani masalah retribusi termasuk dinas pariwisata sehingga tarif ini akan menyesuaikan dengan legalitas yang benar," jelasnya.

Sumber: Kompas.Com

0 Komentar