Presiden Prabowo Subianto menyampaikan penghargaan yang dalam kepada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) karena telah merintis Universitas Pertahanan (Unhan). Pengakuan ini ia sampaikan dalam peresmian Kampus Bhineka Tunggal Ika di Bogor, Jawa Barat.
Unhan bukan sekadar universitas biasa. Lembaga ini punya misi khusus: mencetak pemimpin dan pemikir strategis yang mengerti tantangan pertahanan bangsa. Dan, semua ini dimulai dari gagasan SBY, 15 tahun lalu, saat ia masih menjabat presiden.
Dalam sambutannya, Prabowo mengatakan, "Saya di sini menyampaikan penghargaan sebesar-besarnya kepada pendiri universitas ini, Presiden kita ke-6 Pak SBY, yang memiliki visi yang jauh ke depan." Kalimat ini menggambarkan respek yang tulus dari penerus ke pendahulunya.
SBY bukan hanya seorang mantan presiden, tapi juga seorang visioner. Ia tidak berhenti pada pembangunan infrastruktur atau pertumbuhan ekonomi. Ia juga membangun fondasi pemikiran dan pengembangan SDM, salah satunya melalui pendirian Unhan.
Langkah SBY mendirikan Unhan memang tidak terlalu ramai diberitakan saat itu. Tapi belakangan, relevansinya makin terasa. Apalagi di tengah dinamika geopolitik dan transformasi teknologi yang menuntut adaptasi luar biasa dari generasi muda Indonesia.
Prabowo menambahkan, "Tindakan beliau sebagai presiden antara lain adalah memikirkan kader-kader bangsa untuk masa depan. Dan karena itu lah, kita bersyukur peresmian ini dihadiri oleh beliau yang merintis dan mendirikan lembaga ini."
Pernyataan itu mencerminkan kesinambungan pemikiran antara dua tokoh militer yang kemudian sama-sama menduduki kursi presiden. Momen ini terasa simbolis, bahwa pembangunan bangsa memerlukan keberlanjutan lintas generasi dan kepemimpinan.
Peresmian kampus Bhineka Tunggal Ika bukan cuma seremoni fisik. Ia membawa makna ideologis: bahwa pendidikan pertahanan tak boleh sempit hanya pada aspek militer, tapi juga menyentuh pluralitas, kesatuan, dan semangat kebangsaan.
Dalam konteks inilah, Prabowo menekankan pentingnya pendidikan dalam agenda besar pembangunan nasional. Ia percaya, bangsa yang besar selalu dimulai dari pendidikan yang kuat, bukan dari kekuatan senjata atau ekonomi semata.
“Pembangunan bangsa dimulai dari lembaga pendidikan,” tegas Prabowo. Ini menjadi fondasi kebijakan anggarannya, di mana sektor pendidikan mendapatkan prioritas dalam alokasi APBN. Bukan tanpa alasan, karena SDM adalah kunci masa depan.
Pendidikan yang dimaksud tentu bukan pendidikan yang stagnan dan birokratis. Tapi pendidikan yang adaptif, progresif, dan mampu menyiapkan generasi muda untuk menghadapi kompleksitas tantangan global, termasuk dalam aspek pertahanan.
Prabowo berharap Unhan bisa melahirkan kader-kader unggul, tidak hanya dalam bidang pertahanan, tetapi juga di seluruh lini kehidupan bangsa. Harapan ini menunjukkan bahwa Unhan diproyeksikan sebagai lembaga pembentuk karakter dan kepemimpinan.
Dalam pidatonya, ia menyampaikan satu refleksi penting dari kunjungannya ke Amerika Serikat. "Waktu saya berkunjung ke AS, saya berkunjung ke West Point, tujuan dari Military States Academy adalah menciptakan pemimpin-pemimpin untuk The United States of America, bukan untuk tentara, tapi untuk USA."
Pernyataan itu mengandung pemahaman yang mendalam tentang fungsi lembaga pendidikan militer. Ia tak sekadar mencetak tentara, tapi menyiapkan pemimpin bangsa yang siap mengemban tanggung jawab di banyak bidang, termasuk sipil.
Dengan merujuk pada West Point, Prabowo menyiratkan bahwa Unhan seharusnya menjadi institusi yang serupa: mencetak pemimpin dengan wawasan luas, bukan hanya soal strategi perang, tapi juga strategi diplomasi, ekonomi, dan kemanusiaan.
Ia menyadari bahwa tantangan zaman semakin kompleks. Pertahanan hari ini bukan hanya soal senjata, tapi juga siber, bioteknologi, bahkan persepsi publik. Dan semua itu hanya bisa dihadapi dengan SDM yang cakap dan terdidik.
Prabowo juga berharap Unhan bisa jadi motor penggerak bagi pembangunan SDM yang mampu "berkarya dan berbakti untuk negara dan bangsa di bidang mana pun." Jadi, tidak eksklusif militer, tapi justru inklusif secara nasional.
Kata “berkarya dan berbakti” di sini penting. Ia menekankan dua sisi penting dari kontribusi warga negara: kreatif dalam mencipta dan ikhlas dalam mengabdi. Dua hal ini yang diharapkan lahir dari para lulusan Unhan.
Lebih jauh, Prabowo menegaskan bahwa negara manapun di dunia harus menguasai sains dan teknologi. Tanpa penguasaan dua hal ini, suatu bangsa akan tertinggal, tergantung, bahkan bisa dijajah ulang dalam bentuk-bentuk baru.
"Di zaman sekarang, sains dan teknologi harus kita kuasai. Di dunia modern ini, hanya dengan sains dan teknologi kita bisa menghilangkan kemiskinan, bisa menjadi negara maju, negara modern," tandasnya dalam pernyataan yang sangat visioner.
Pesan ini mengandung kesadaran bahwa pembangunan militer pun tak bisa dilepaskan dari riset ilmiah. Di era kecerdasan buatan, drone, dan perang siber, keunggulan teknologi menjadi faktor pembeda antara negara kuat dan lemah.
Kritik yang kerap muncul bahwa anggaran pertahanan sebaiknya dipangkas demi sektor lain, sebenarnya bisa dijawab dengan pendekatan ini: bahwa pertahanan modern bukan sekadar persenjataan, tapi juga pendidikan, riset, dan inovasi.
Justru dengan pendidikan pertahanan yang kuat dan menyatu dengan pengembangan sains dan teknologi, sebuah bangsa bisa mandiri dan tahan guncangan. Unhan adalah salah satu jawaban untuk kebutuhan strategis ini.
Kehadiran Unhan bukan hanya pelengkap sistem pendidikan tinggi nasional. Ia adalah poros penting dalam skema pertahanan intelektual dan teknologi, yang nantinya akan memperkuat ketahanan nasional dari sisi non-militer.
SBY telah meletakkan fondasi itu. Prabowo melanjutkannya dengan arah kebijakan yang tegas pada pendidikan strategis. Artinya, tidak ada pemutusan visi, yang ada adalah keberlanjutan dan penajaman arah pembangunan nasional.
Apa yang dicontohkan oleh SBY dan Prabowo memperlihatkan bahwa Indonesia bisa memiliki tradisi kepemimpinan yang saling melengkapi, bukan saling meniadakan. Hal ini menjadi teladan penting di tengah politik yang sering terpolarisasi.
Langkah Prabowo meresmikan kampus baru Unhan sambil mengajak SBY hadir di podium utama, juga simbol penting tentang kolaborasi lintas masa. Ia menunjukkan, membangun bangsa adalah kerja kolektif, bukan soal ego siapa yang berkuasa.
Ke depan, Unhan diharapkan tidak berhenti pada pencetakan lulusan militer saja. Ia bisa menjadi pusat kajian strategis nasional, tempat bertemunya pakar-pakar dari berbagai disiplin, dari teknik hingga psikologi, dari AI hingga diplomasi.
Dengan menempatkan pendidikan dan sains sebagai landasan utama pembangunan pertahanan, Prabowo sedang menggeser paradigma lama. Dari pertahanan yang reaktif menjadi pertahanan yang preventif, berbasis data, ilmu, dan manusia unggul.
Dan ini juga pesan besar bagi generasi muda: bahwa berkarier di bidang pertahanan bukan berarti harus mengangkat senjata, tapi bisa juga lewat riset, manajemen, kebijakan publik, bahkan lewat teknologi dan aplikasi digital.
Unhan bisa menjadi mercusuar baru dalam dunia pendidikan tinggi Indonesia. Ia punya potensi untuk menjadi MIT-nya Indonesia dalam bidang pertahanan dan teknologi strategis, jika diberi ruang dan dukungan yang konsisten.
Semua ini memperlihatkan bahwa Prabowo, terlepas dari latar belakang militer, tidak hanya berpikir soal kekuatan fisik. Ia sadar betul bahwa masa depan bangsa lebih ditentukan oleh otak, bukan otot; oleh riset, bukan retorika.
Peresmian Kampus Bhineka Tunggal Ika bukan hanya penambahan gedung. Ia adalah pernyataan politik, intelektual, dan strategis bahwa Indonesia siap memasuki era baru pertahanan berbasis ilmu, kolaborasi, dan visi jangka panjang.
Prabowo dan SBY telah menunjukkan bahwa pendidikan adalah senjata paling ampuh dalam menjaga kedaulatan bangsa. Dan lewat Unhan, Indonesia sedang membangun benteng pertahanan baru: bukan dari beton, tapi dari ilmu dan karakter.
0Komentar