Di tengah semangat menyongsong Babak Kualifikasi Pekan Olahraga Provinsi (BK Porprov) Jawa Barat 2025, Kabupaten Pangandaran justru menghadapi tantangan berat: ketiadaan anggaran. Namun, alih-alih menyerah, mereka tetap melangkah, meski harus bertarung dengan kondisi serba mandiri dan minim fasilitas.
Ketua Umum KONI Kabupaten Pangandaran, Agus Mulyana, mengungkap bahwa hingga pertengahan Juli 2025, dana hibah dari pemerintah daerah belum juga cair. Padahal, beberapa cabang olahraga (cabor) sudah mulai berlaga di BK Porprov. “Cabor yang sudah menggelar BK Porprov Jabar berangkat mandiri menggunakan biaya sendiri,” jelasnya.
Biasanya, sambung Agus, biaya operasional kegiatan seperti ini bersumber dari KONI. Tapi karena dana hibah tak kunjung cair, solusi darurat pun diambil: para atlet dan pengurus cabor harus rogoh kocek pribadi. Tidak sedikit pula yang menggandeng sponsor lokal atau mengandalkan swadaya masyarakat.
Bogor Jadi Tujuan Favorit Atlet Eksodus
Kondisi ini membawa dampak langsung yang cukup mengkhawatirkan. Sejumlah atlet unggulan Pangandaran memilih angkat kaki. Bukan karena kurang cinta daerah asal, tapi karena merasa tidak diberi cukup ruang untuk berkembang. Pilihannya jatuh ke kota-kota yang lebih mapan dalam pembinaan, terutama Bogor.
“Saya tidak bisa melarang mereka. Mereka butuh dukungan untuk berprestasi. Kalau di Pangandaran tidak ada dana pembinaan dan event, bagaimana mereka bisa berkembang?” tegas Agus. Pernyataan ini menegaskan bahwa keputusan para atlet untuk hengkang adalah soal bertahan hidup, bukan sekadar ambisi.
Cabor seperti dayung dan selancar ombak yang sebelumnya jadi andalan kini mengalami kekosongan. Mayoritas atletnya pindah ke Bogor, yang dalam beberapa tahun terakhir memang serius menggarap pembinaan atlet usia muda. Selain fasilitas yang mumpuni, Bogor juga menjanjikan kesejahteraan lebih baik.
Kebijakan Olahraga Bogor yang Lebih Progresif
Bogor, dalam hal ini, memang tampil sebagai magnet baru bagi atlet muda dari daerah-daerah seperti Pangandaran. Dengan program pembinaan berkelanjutan, insentif rutin, dan dukungan dari pemerintah daerah yang solid, kota hujan ini menjelma jadi surga baru bagi mereka yang ingin berprestasi di dunia olahraga.
“Sebagian besar atlet yang pindah itu ke Bogor, Depok, Bekasi, dan Tasikmalaya. Mereka ke sana karena ada jaminan pembinaan dan kesejahteraan,” terang Agus. Tapi dari semua tujuan, Bogor menjadi yang paling diminati. Hal ini juga didorong oleh posisi geografis strategis dan akses ke berbagai fasilitas pelatihan nasional.
Salah satu contoh nyata adalah sejumlah atlet dayung yang kini rutin berlatih di Situ Gede, Bogor Barat. Dengan perlengkapan lengkap, pelatih berlisensi, dan lingkungan latihan yang profesional, tak heran bila mereka merasa lebih dihargai dan termotivasi. Sementara di Pangandaran, sebagian besar masih mengandalkan peralatan seadanya.
Mandiri di Tengah Kekosongan, Tapi Sampai Kapan?
Sampai hari ini, cabor-cabor yang ikut BK Porprov dari Pangandaran tetap berangkat. Meski tanpa anggaran resmi, mereka berjuang dengan semangat luar biasa. Namun tetap saja, beban mental dan fisik yang ditanggung para atlet dan pengurus tak bisa dianggap ringan.
KONI Pangandaran mengaku hanya bisa mendampingi sebatas yang mereka mampu. Beberapa even harus ditunda, latihan terpaksa disesuaikan, dan agenda try out ke luar daerah dibatalkan. Semua ini memengaruhi kesiapan fisik dan mental atlet yang akan bertanding menghadapi lawan-lawan berat, termasuk dari Bogor.
Ironisnya, banyak atlet Pangandaran yang kini membela Bogor justru tumbuh besar dari program pelatihan KONI Pangandaran di masa lalu. Kini mereka berprestasi untuk daerah lain. Ini jadi tamparan keras, bahwa tanpa dukungan anggaran, talenta lokal hanya akan jadi "tambang emas" bagi kota lain.
Pemda Harus Segera Ambil Sikap
Agus menekankan, kondisi ini tidak bisa dibiarkan terlalu lama. Pemerintah Kabupaten Pangandaran perlu segera mencairkan dana hibah agar pembinaan bisa kembali berjalan. Jika tidak, bukan hanya atlet yang pindah, tapi juga pelatih, manajer tim, hingga pengurus cabor.
Di sisi lain, Pemkab Bogor menunjukkan bahwa dengan perencanaan matang dan komitmen pada pengembangan olahraga, mereka bisa menarik banyak atlet potensial dari luar kota. Ini bukan sekadar soal menang di atas lapangan, tapi juga membangun sistem yang berpihak pada masa depan atlet.
Saat Pangandaran berjuang dengan semangat dan keringat, Bogor melangkah mantap dengan dukungan penuh. Atlet yang dulunya membawa nama daerah kini bersinar di bawah bendera kota lain. Tapi satu hal pasti: semangat para pejuang olahraga sejati tak akan mati, meski harus pindah rumah untuk tetap hidup.
0Komentar